Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan laki-laki Muslim yang menggugurkan kewajiban Shalat Jumat tiga kali berturut-turut di kala wabah COVID-19 tidak digolongkan kafir asalkan mengganti dengan melaksanakan Shalat Zuhur di rumah.
Niam mengatakan alasan tidak Shalat Jumat itu untuk menghindari wabah penyakit. Karena itu, dia mengalami udzhur syar'i atau segala halangan sesuai kaidah syari'at Islam yang menyebabkan seseorang boleh untuk tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan kewajiban itu dengan kewajiban lain.
"Menurut pandangan para ulama fiqih udzhur syar'i untuk tidak Shalat Jumat antara lain karena sakit atau karena khawatir mendapatkan sakit. Dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka itu menjadi udzhur untuk tidak Shalat Jumat," kata Niam berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis malam (2/4).
Sedangkan laki-laki muslim yang meninggalkan Shalat Jumat karena meremehkan atau mengingkari kewajiban Jumat tiga kali berturut-turut, sebagaimana dinukil dari hadits shahih, maka dia bisa dikategorikan kafir.
"Perlu disampaikan bahwa hadits yang menyatakan kalau tidak Shalat Jumat selama tiga kali berturut-turut dihukumi kafir itu, jika mereka ingkar pada kewajiban Jumat," katanya.
Sementara itu, jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia hingga Jumat (3/4) pukul 12.00 WIB tercatat 1.986 orang.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto dalam jumpa pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta Jumat mengatakan dari jumlah tersebut 134 pasien dinyatakan sembuh sementara 181 lainnya meninggal dunia.
Sebelumnya pada Kamis (2/4) tercatat kasus positif sebanyak 1.790, sementara pasien yang sembuh 112 orang sedangkan meninggal 170 orang.
"Gambaran-gambaran ini menunjukkan bahwa proses penularan masih terjadi di luar, karena itu pertimbangkan kembali kalau mau keluar. Tempat paling aman adalah di rumah," kata Yuri.
Perhatian pembaca juga mengarah pada berita tentang anak usia enam tahun di Makassar, Sulawesi Selatan yang menyumbangkan uang tabungannya untuk pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga medis.
Anak perempuan bernama Yasmin Saman Ahmad itu menyumbangkan uang dalam celengan melalui Posko Jurnalis Peduli Kemanusiaan Sulawesi Selatan di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Jumat didampingi ibunya yang bernama Mardiana Rusli.
Setelah dibuka dan dihitung, uang dalam celengan tersebut berjumlah Rp448.800.
"Ini untuk bantu belikan kakak dokter dan perawat baju di Puskesmas dan rumah sakit. Tetap semangat kakak dokter," kata Yasmin.
Sementara itu, langkah sejumlah kepala desa dan lurah mengisolasi warganya yang mudik ke kampung halaman mendapatkan apresiasi dari Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh kepala desa dan juga para lurah di berbagai daerah yang telah membuat kebijakan tentang isolasi mandiri bagi siapa saja yang kembali ke kampung halamannya," kata Doni dalam jumpa pers yang digelar di Graha BNPB, Jakarta, Jumat.
Doni meminta langkah pencegahan yang dilakukan sejumlah kades dan lurah itu bisa diikuti oleh seluruh kades dan lurah di seluruh Indonesia.
"Termasuk juga bagaimana peran dari Ketua RT dan RW untuk ikut memantau dan mengawasi proses kepulangan saudara-saudaranya yang datang dari kota," kata Doni.
Menurut Doni, isolasi mandiri saat ini menjadi sangat penting dan sangat strategis. Kerja sama dari pemerintah pusat sampai ke tingkat yang paling bawah yaitu kades dan lurah menjadi ikut penting dan strategis.
Penyebaran virus corona penyebab COVID-19 memang harus dicegah bersama-sama. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih optimistis Indonesia bisa mengatasi pandemi COVID-19 asalkan semua pihak bersama-sama melakukan tugasnya secara gotong-royong.
"Ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar Indonesia bisa mengatasi penyebaran penularan COVID-19, mulai dari tindakan dari pemerintah hingga upaya masyarakat," kata Daeng di Jakarta, Jumat (3/4).
Menurut Daeng, yang paling utama harus dilakukan adalah meningkatkan kapasitas layanan kesehatan di daerah, khususnya daerah yang memiliki kerentanan penularan tinggi dan kerentanan kondisi layanan kesehatan.
Peningkatan kapasitas kesehatan yang dimaksud adalah mulai dari menyiapkan SDM kesehatan, fasilitas kesehatan untuk perawatan pasien, dan memastikan ketersediaan alat-alat kesehatan yang dibutuhkan,alat pelindung diri (APD).
Dari sisi tenaga kesehatan, IDI melatih seluruh anggotanya, baik dokter umum maupun dokter spesialis berbagai bidang keilmuan untuk bisa memahami cara menangani pasien COVID-19.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020