Surabaya (ANTARA News) - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur KH Abdurrahman Navis Lc menilai hukum agama untuk vaksin meningitis berenzim "porchin" dari lemak babi bagi jamaah haji itu, darurat.

"Selama belum ada vaksin meningitis dari enzim babi memang sebaiknya tidak digunakan saja, tapi kalau pemerintah Arab Saudi mewajibkan enzim lemak babi itu, maka hukumnya darurat," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Rabu.

Belum lama ini Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Sumatera Selatan (Sumsel) menemukan vaksin meningitis mengandung babi, padahal vaksin ini disuntikan ke jamaah haji.

Anggotr Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim itu menilai enzim babi dalam vaksin meningitis untuk jemaah haji itu hukumnya memang haram atau tidak boleh (dilarang) sehingga pemerintah harus mengupayakan vaksin meningitis tidak berenzim babi.

"Tapi selama upaya pemerintah itu belum membuahkan hasil, maka hukumnya darurat," katanya.

Sebelumnya, Sekditjen Haji Depag RI, Abdul Ghofur Djawahir, meragukan hasil temuan dari LPPOM MUI Sumsel, apakah vaksin meningitis yang diteliti itu untuk haji atau bukan.

"Untuk itu perlu ada penelitian ulang. Kami akan cari tahu apakah ada jenis meningitis lain. Masalahnya saat ini banyak barang imitasi," katanya di Jakarta (27/4).

Apalagi, katanya, pihaknya mengacu pada vaksin meningitis yang digunakan ibadah haji seperti ditentukan pemerintah Arab Saudi sehingga pemerintah Saudi yang mengetahui apa saja penyakit yang mungkin didera jemaah haji di sana.

"Kami percaya pada Arab Saudi karena negara itu, negara besar yang juga memiliki alat-alat canggih," katanya.

Oleh karena itu, Depag akan melakukan koordinasi dengan Depkes, LPPOM MUI pusat, dan MUI Pusat. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009