Banjarmasin (ANTARA News) - Pemprov Kalimantan Selatan (Kalsel) menilai Departemen Kehutanan lambat merespon usulan daerah dalam mencabut izin konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Akibatnya, kata kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Suhardi Atmoredjo, di Banjarmasin, Selasa, investor yang tertarik menggarap beberapa izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan alam (IUPHHK-HA/HPH) dan hutan tanaman (IUPHHK-HT/HTI) yang tidak aktif jadi terhambat.
Padahal, menurut dia, banyak investor asing maupun domestik banyak yang berminat untuk menanamkan modalnya di HPH dan HTI. Selain Korsel, investor dari China juga tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor kehutanan di provinsi ini.
"Kita telah mendesak Menhut untuk segera mencabut areal konsesi yang ditelantarkan oleh unit manajemen pengelolanya sejak 2005,"katanya.
Suhardi menegaskan bahwa kawasan yang menjadi terbuka karena ditinggalkan atau ditelantarkan pengelolanya ini juga berpotensi memicu penyerobotan dan pembalakan haram (illegal logging) terhadap kawasan hutan milik negara.
"Gubernur Kalsel telah mengusulkan ke Departemen Kehutanan untuk mencabut HPH dan HTI yang tidak aktif, tapi sampai saat ini tidak ada satu surat pun yang mendapat jawaban," kata Suhardi.
Saat ini di Kalsel ada tiga HPH yang tidak aktif, yaitu PT Sumpol Timber dan PT Kodeco Timber, sedangkan PT Inhutani II sudah habis masa berlaku HPH nya. Ketiga perusahaan itu mengelola sekirtar separuh HPH yang ada di Kalsel.
Sementara HTI yang tidak aktif adalah PT Kirana Rimba, PT Kodeco, PT Aya Yayang Indonesia, PT Jenggala Semesta, dan PT Trikorindo Wanakarya.
Alasan tidak aktifnya pemegang HPH itu, kata Suhardi, antara lain karena adanya dua manajemen dalam satu perusahaan yang saling mengkalim memegang hak pengelolaan.
Pertikaian tersebut juga membuat Dinas Kehutanan Kalsel kesulitan menyetujui Rencana Karya Tahunan (RKT) untuk pengesahan jatah tebangan tahunan dari HPH, katanya.
Menurut Dinas kehutanan Kalsel, HPH di Kalsel yang tidak aktif, antara lain PT Sumpol Timber dengan luas areal konsesi 36.120 hektare, PT Kodeco Timber (99.570), PT Inhutani II (40.950 hektare).
Sementara unit manajemen HTI yang tidak aktif PT Kirana Rimba (4.500 hektare), PT Kodeco (2.215 heketare), PT Trikorindotama (13.545 hektare) serta PT Aya Yayang Indonesia (8.185 hektare) dan PT Jenggala Semesta yang luas arealnya 12.380 hektare.
Menurut data Ditjen Bina Produksi Kehutanan, jumlah HPH sapai 28 Februari 2009 mencapai 308 unit dengan luas areal konsesi 26.171.601 hektare dan nilai total aset 301 unit HPH yang sudah memberi laporan (Desember 2008) mencapai Rp9,533 triliun.
Sementara itu, jumlah HTI sampai 11 Maret 2009 mencapai 229 unit manajemen seluas 9,9 juta hektare dengan nilai investasi Rp12,05 triliun.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009