Jakarta (ANTARA) - Sejumlah informasi penting menghiasi berita hukum pada Kamis (2/4) kemarin, mulai dari Kapolri Jenderal Pol Idham Azis minta penyidik selektif tahan tersangka hingga ahli hukum sebut pembebasan napi karena alasan COVID-19 kurang tepat.
1. Selama wabah COVID-19, Kapolri minta penyidik selektif tahan tersangka
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis meminta agar jajaran penyidik lebih selektif dalam menentukan penahanan terhadap tersangka. Kebijakan ini dibuat untuk mendukung upaya Pemerintah menekan penyebaran pandemi COVID-19.
Baca selengkapnya di sini
2. Polri tetapkan 33 orang tersangka penimbun masker/hand sanitizer
Polri menetapkan status tersangka terhadap 33 pelaku yang telah menimbun masker dan hand sanitizer maupun pelaku yang menjual harga tinggi dua komoditas paling dicari tersebut di tengah pandemi COVID-19 saat ini.
"Secara keseluruhan, jajaran Polri menangani 18 kasus penimbunan masker dan 'hand sanitizer' dengan 33 tersangka," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Asep Adisaputra.
Baca selengkapnya di sini
3. Pemeran wanita video porno di Garut divonis tiga tahun penjara
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat, memvonis terdakwa wanita pemeran dalam kasus video mengandung pornografi selama tiga tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan penjara karena terbukti melanggar Undang-undang Pornografi.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dikenai hukuman pidana tiga tahun dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Hasanuddin saat sidang putusan di Pengadilan Negeri Kabupaten Garut.
Baca selengkapnya di sini
4. Pusdokkes Polri pantau perkembangan kesehatan 300 siswa Setukpa ODP
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri terus memantau kondisi kesehatan 300 siswa Sekolah Inspektur Polisi (SIP) angkatan 49 Setukpa Lemdiklat Polri, yang berstatus orang dalam pengawasan (ODP).
Dari laporan yang diterimanya, Argo menyebut, ratusan siswa tersebut semakin membaik kesehatannya.
Baca selengkapnya di sini
5. Ahli hukum sebut pembebasan napi karena alasan COVID-19 kurang tepat
Ahli hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Johanes Tuba Helan, SH, MHum menyatakan, kebijakan pemerintah untuk membebaskan narapidana (napi) dengan alasan mencegah penyebaran COVID-19 sebagai langkah yang kurang tepat.
"Menurut saya kurang tepat karena virus Corona tidak ada hubungan dengan narapidana," kata Johanes Tuba Helan, terkait kebijakan pemerintah membebaskan napi.
Baca selengkapnya di sini
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020