Penuntut Umum sama sekali tidak menguraikan perbuatan pidana apa yang telah dilakukan terdakwa
Jakarta (ANTARA) - Pengacara Nurdin Basirun, Andi Asrun meminta majelis hakim agar membebaskan kliennya dari segala tuntutan, karena dinilai tidak ada fakta meyakinkan di persidangan yang menyatakan Gubernur Kepulauan Riau nonaktif itu bersalah.
"Tim penasihat hukum memohon agar majelis hakim mempertimbangkan lagi beberapa fakta hukum yang mendasari permohonan mengapa terdakwa harus dibebaskan atau setidak-tidaknya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum, atau dihukum seringan-ringannya," ujar Andi dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis.
Hal tersebut disampaikan setelah pembacaan pleidoi Nurdin Basirun oleh tim penasihat hukum di hadapan sidang tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dilakukan secara daring dari Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis siang.
Andi memaparkan sejumlah fakta hukum yang dinilai bisa menjadi pertimbangan majelis hakim sebelum mengambil keputusan, antara lain Nurdin dinilai sudah bersikap kooperatif selama menghadapi permasalahan hukum, dengan mengikuti semua proses penyidikan dan persidangan dengan baik, tanpa pernah mangkir.
Kemudian, dia juga menganggap Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK salah dalam memahami pengertian "izin prinsip pemanfaatan ruang laut, dengan merujuk ketentuan pasal 8 ayat (1) Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2018 tentang Perubahan Gubernur Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Riau (selanjutnya disebut Peraturan Gubernur Kepri No. 31 Tahun 2018).
Dalam salah satu dakwaan JPU KPK, disebutkan bahwa Nurdin dinilai menerima suap sejumlah Rp45 juta, 5.000 dolar Singapura dan 6.000 dolar Singapura.
Tujuan pemberian suap itu adalah agar Nurdin Basirun selaku Gubernur Riau menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare, surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare, dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
Andi mengatakan bahwa di dalam Peraturan Gubernur Kepri No. 31 Tahun 2018, hanya menyebutkan “Izin Prinsip Penanaman Modal” (vide Lampiran Peraturan Gubernur Kepri Nomor 31 Tahun 2018) termasuk kewenangan Gubernur yang dilimpahkan kepada “PTSP”, dan bukan termasuk “Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut”.
"Sehingga tidak benar dan tidak beralasan hukum Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa terdakwa telah menandatangani Izin Prinsip Pemanfataan Ruang Laut sebagai perbuatan melawan hukum yang melampaui kewenangan terdakwa Gubernur Kepri nonaktif," kata Andi
"Bahwa Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut bukan perizinan sebagaimana dimaksudkan Peraturan Gubernur Kepri Nomor 31 Tahun 2018, karena secara teknis administrasi pemerintahan penomoran surat untuk izin diberikan oleh Biro Hukum, sementara penomoran Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut dikeluarkan oleh Biro Umum, disebabkan merupakan satu surat biasa menjawab permohonan pemanfaatan ruang laut," ujar dia lagi.
Baca juga: Nurdin Basirun mulai siapkan pledoi usai dituntut 6 tahun penjara
Lebih lanjut, Andi juga menyebut bahwa perbuatan empat terdakwa lainnya, yakni Abu Bakar, Kock Meng, Budi Hartono, dan Edy Sofyan tidak dalam sepengetahuan maupun persetujuan Nurdin Basirun.
Adapun terkait dengan tuntutan mengenai gratifikasi, Andi mengatakan hal tersebut juga harus ditolak sepenuhnya oleh majelis hakim.
"Fakta persidangan dengan terang menunjukkan bahwa seluruh saksi yang dihadirkan di persidangan mengatakan seluruh uang tersebut untuk kegiatan sosial Gubernur selaku Pemerintah Provinsi Kepri bersama-sama dengan OPD (organisasi perangkat daerah). Bukan untuk kepentingan pribadi terdakwa," kata dia.
Andi juga meminta majelis hakim untuk menolak tuntutan JPU tentang perampasan harta pribadi Nurdin Basirun.
"Penuntut Umum sama sekali tidak menguraikan perbuatan pidana apa yang telah dilakukan terdakwa, perbuatan kapan, perbuatan di mana dan perbuatan dalam kaitan apa dengan harta, khususnya uang tunai terdakwa," ujar dia.
Baca juga: Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun dituntut 6 tahun penjara
Sebelumnya, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif Nurdin Basirun dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan, karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp45 juta dan 11 ribu dolar Singapura serta gratifikasi sebesar Rp7,462 miliar, 150.963 dolar Singapura, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal dan 34.803 dolar AS.
"Menyatakan, terdakwa Nurdin Basirun terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nurdin Basirun berupa pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider 6 bulan," kata JPU KPK Asri Irwan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (18/3).
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020