Jakarta (ANTARA News) - Lima orang dari sembilan tersangka kasus pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran (PRB), Nasruddin Zulkarnaen, berprofesi sebagai Satpam yang berpindah-pindah lokasi.

"Kelima tersangka kasus pembunuhan Nasruddin masing-masing EN, DD, HS, HK dan ST adalah Satpam biasa dan tidak pernah mendapat pelatihan khusus menggunakan senjata api," kata Penasehat Hukum kelima tersangka itu, B.M.S. Situmorang, di Jakarta, Senin.

Menurut Situmorang, isteri dari kelima tersangka hanya mengetahui suaminya bekerja sebagai Satpam di Jakarta. Dalam usaha menghidupi keluarganya, kelima tersangka biasanya berpindah lokasi ke tempat yang memberikan honor lebih pantas atau sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR).

Mengenai isu bahwa tersangka pernah dilatih menggunakan senjata api di Ambon, penasehat hukum kelima tersangka membantahnya.

Menurutnya, kelima kliennya hanya Satpam biasa yang lebih tepat dikatakan sebagai penjaga gedung. Keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Nasruddin hanya sebagai korban dari perintah intelijen yang menyesatkan.

"Mereka mengaku menerima perintah itu karena dikatakan sebagai tugas negara untuk melenyapkan orang yang dinilai akan menjadi pengacau atau orang yang berpengaruh membatalkan Pemilu 9 April 2009," katanya.

Alasan itu pula yang menyebabkan kelima tersangka tetap berani berada di Jakarta, setelah sekitar 1,5 bulan kasus penembakan terhadap Nasruddin. Polisi pun dapat dengan mudah menangkap kelimanya di rumah masing-masing.

"Jadi, kalau mereka merasa bersalah, tentu sudah menghilang. Tapi kenyataannya mereka tetap berada di Jakarta hingga mereka diamankan pihak kepolisian," ujarnya.

Situmorang kembali menegaskan, kliennya hanya menerima perintah intelijen yang dinyatakan sebagai tugas negara sehingga tidak merasa khawatir akan ditangkap atau dijadikan tersangka.

Adanya isu jika tersangka mendapat Rp70 juta per orang sebagai imbalan dari eksekusi Dirut PT PRB, ia mengatakan tidak pernah mendapat pengakuan seperti itu dari kliennya.

"Boleh jadi, keterangan itu diberikan ke pihak Polda, namun kami tidak tahu hal tersebut," ungkap Situmorang.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009