Ankara (ANTARA News/AFP) - Ulama Syiah Irak anti AS Moqtada al-Sadr yang hilang dari publik selama hampir dua tahun, telah mengadakan pembicaraan langsung dengan dua pemimpin utama Turki, demikian kantor berita Anatolia, Sabtu WIB.
Menurut seorang diplomat Turki yang berbicara tanpa menyebut nama, ulama anti AS itu bertemu dengan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan untuk membicarakan mengenai keamanan Irak dan peningkatan hubungan di antara pihak-pihak bersengketa.
Ia dijamu Presiden Abdullah Gul di kediaman presiden, di mana hadir pula utusan khusus kementerian luar negeri Turki untuk Irak, Murat Ozcelik, tapi tidak ada pernyataan yang dibuat mereka.
Pemimpin Turki secara teratur menjadi tuan rumah bagi para pemimpin kelompok politik dari bermacam bagian negara tetangga dekatnya itu.
"Ia pergi dari Iran ke Turki untuk menemui delegasi dari (kota suci Irak) Najaf demi mengadakan pembicaraan dengan pihak Turki mengenai situasi di Irak dan masa depan negara itu," kata pembantu senior Sadr, Haidar al-Turfi.
Turfi adalah pejabat senior pertama dari kelompok Sadr yang mengatakan secara langsung bahwa Sadr berada di Iran.
Para pengikutnya selalu mengatakan ia bersembunyi di Irak, sementara militer AS telah lama mengatakan bahwa ia tinggal di Iran.
Sadr melakukan perjalanan dengan beberapa tokoh senior dari gerakannya setelah satu delegasi sebelumnya pergi ke Ankara enam bulan lalu untuk meletakkan dasar bagi lawatan itu, tambah Turfi.
Kamis, sumber diplomatik yang tak disebutkan namanya seperti dikutip Anatolia, mengatakan bahwa kunjungan Sadr itu ditujukan untuk "berkonsultasi mengenai proses politik di Irak".
Sadr, yang disebut berusia 30 tahunan, memperoleh popularitas yang luas di antara masyarakat Syiah di Irak dalam beberapa bulan setelah serangan pimpinan-AS pada 2003 dan pada 2004 milisi Tentara Mahdi-nya memerangi tentara AS dalam dua pemberontakan berdarah.
Namun ia menghilang setelah penampilan di muka umum terakhirnya di sebuah masjid Irak pada Juni 2007 dan sejak itu hanya mengeluarkan pernyataan-pernyataan melalui para pembantu senior dan jurubicaranya.
Pada Agustus 2008, ia menangguhkan kegiatan Tentara Mahdi-nya yang pernah beranggota puluhan ribu orang, menyusul serangan besar pasukan AS dan Irak ke markas besarnya di Baghdad dan Irak selatan musim semi tahun itu. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009