"Dalam situasi begini harus fokus pada akar masalah, yaitu wabah virus corona itu. Jadi segala daya diarahkan untuk menghentikan penyebaran virus corona" kata Iwantono di Jakarta, Rabu, menanggapi stimulus pemerintah untuk mengatasi COVID-19.
Peneliti Senior pada "Institute of Developing Entrepreneurship" ini tidak mempermasalahkan langkah stimulus yang dilakukan pemerintah. Namun Iwantono mengatakan uang negara terbatas. "Sebaiknya difokuskan untuk menghentikan penyebaran virus corona lebih dulu," katanya.
Ia mengatakan, ada dana tambahan pembiayaan APBN Rp405,1 triliun tetapi terbagi-bagi untuk berbagai pengeluaran antara lain Rp75 triliun untuk kesehatan, Rp110 triliun untuk "social safety net", Rp70,1 trilun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR (Kredit Usaha Rakyat), serta Rp150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional.Programnya antara lain penambahan PKH (Program Keluarga Harapan), kartu sembako, peningkatan kartu pra kerja, pembebasan biaya listrik, insentif perumahan, insentif pajak dan lainnya.
Iwantono berpendapat, pengeluaran untuk lain-lain, seperti perpajakan, KUR, stimulus ekonomi dan lainnya bisa belakangan diberikan saat pemulihan ekonomi. Pengeluaran lain-lain tersebut, katanya, bukannya tidak perlu, namun ibarat kebakaran maka upaya utama adalah memadamkan apinya.
Iwantono mengatakan, Indonesia bukan seperti China yang memiliki sumber daya melimpah. Amerika yang tiga hari lalu mengeluarkan stimulus 2,2 triliun dolar AS atau setara Rp35.200 triliun, dampaknya juga hanya beberapa hari saja menahan kejatuhan bursa, setelah itu kembali jatuh.
Sebab ekonomi dan persoalan sosial lain sulit tertolong selama virus corona tidak dapat dihentikan, katanya.
Mengenai kebijakan moneter, Iwantono mengatakan sudah cukup baik seperti menurunkan suku bunga, menurunkan Giro Wajib Minimum, penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR, stimulus kredit di bawah Rp10 miliar, dan restrukturisasi kredit tanpa melihat plafon kredit.
Namun, katanya, masalah bukan pada semata-mata faktor permintaan (demand side). "Bukan karena orang tidak punya uang, tetapi semata-mata karena orang tidak berani keluar rumah," katanya.
Iwantono mengatakan sekarang ini faktor penawaran (supply side) menjadi faktor yang sangat krusial. Saat ini produksi berhenti karena karyawan tidak bekerja akibat ancaman COVID-19. "Bayangkan moneter yang terlalu longgar, uang beredar banyak tetapi barang tidak ada karena produksi terhenti, yang terjadi adalah hiper inflasi," katanya.
Karena itu, katanya, sisi produksi harus dijaga. Jangan sampai semua buruh dirumahkan sehingga barang yang dibutuhkan masyarakat tidak tersedia.
Pemerintah bisa membantu keamanan para buruh yang bekerja, dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang memadai. Jadi yang memerlukan APD bukan hanya tenaga medis tetapi mereka yang tetap bekerja untuk menjaga ekonomi produksi juga dipikirkan tetapi dengan standard yang lebih rendah sesuai kebutuhan.
Soal pekerja yang mendapat penghasilan harian, menurut Iwantono, merupakan mata rantai penting untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Selama mobilitas mereka masih tinggi akan sulit menghentikan COVID-19.
Iwantono mengatakan, mereka harus disubsidi agar tetap tinggal di rumah tetapi dipasok kebutuhannya. Jangan sampai mereka malah pulang kampung karena tidak bisa hidup di Jakarta.
Baca juga: Presiden tandatangani Perppu Kebijakan Keuangan Negara respon Covid-19
Baca juga: Presiden Jokowi: Relaksasi defisit APBN dibutuhkan sampai 2022
Baca juga: Teken Perppu, Presiden tambah APBN 2020 Rp405,1 triliun atasi COVID-19
Baca juga: Presiden harapkan dukungan DPR untuk Perppu Kebijakan Keuangan
Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020