Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dipimpin Gusrizal di Jakarta, Rabu, juga mengharuskan Kurniawan membayar denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebanyak 200 Ringgit Malaysia.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan tim jaksa penuntut umum (JPU) yang menghendaki Kurniawan dihukum selama dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider enam bulan penjara serta membayar uang pengganti sebesar 6.200 Ringgit Malaysia.
Putusan yang lebih ringan dari tuntutan JPU itu langsung diterima oleh Kurniawan. Sedangkan dari pihak jaksa masih akan pikir-pikir terkait putusan yang dijatuhkan majelis hakim tersebut.
Berdasarkan keterangan di persidangan, tindak pidana korupsi di KJRI Kinabalu itu berawal pada penerapan tarif tinggi dan rendah dalam pengurusan dokumen keimigrasian sejak tahun 2000 sampai 2005.
KJRI memungut menggunakan tarif tinggi. Namun, tarif yang disetor ke negara dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dipatok menggunakan tarif rendah, sehingga terdapat selisih pendapatan tarif.
Selisih pendapatan akibat penerapan tarif ganda sejak 2000 sampai 2005 itu mencapai 2,5 juta Ringgit Malaysia yang kemudian dibagi-bagikan kepada sejumlah staf KJRI.
Selain memvonis Kurniawan, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman selama satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan kepada empat mantan pejabat KJRI Kinabalu yang terlibat.
Empat mantan pejabat itu adalah mantan Konsul Jenderal pada KJRI Kinabalu Muchamad Sukarna, mantan Kepala Bidang Konsuler Ekonomi Penerangan Sosial Budaya KJRI Kinabalu Mas Tata Machron, mantan Kepala Sub Bidang Imigrasi KJRI Kinabalu di Kuching Irsyafli Rasoel, dan mantan Kepala Sub Bidang Imigrasi KJRI Kinabalu di Tawau Makdum Tahir.
Baik Kurniawan maupun empat mantan pejabat KJRI Kinabalu itu dijerat dengan pasal 3 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009
Tertiup angin lalu? Atau punya orang bertaring?
Perfiktifan di KBRI/KJRI perlu diawasi!
Dan pegawai lokal, sebaiknya dirikrut dari Indonesai sbg pendidikan calon DPL.
Dulu, di acara resmi KBRI sempat ngobrol dgn lokal bule Inggris da WN AS turunan Indonesia. Waaahhh, omongan mereka ttg DPL kita sangat negatip!
DPL sangat tergantung sam pegawai lokal!