Dalam suatu taklimatnya, Menteri Keamanan Dalam Negeri Janet Napolitano dan Menteri Pertanian Tom Vilsack dengan berat hati berulangkali menyebut flu itu dengan virus "H1N1".
"Ini bukan penyakit yang ditularkan oleh makanan, tapi virus. Tidak tepat merujuknya sebagai flu babi karena sungguh bukan itu masalahnya," kata Vilsack.
Israel sudah menolak nama flu babi, dan memilih menyebutnya "flu Meksiko". Seperti pada agama Islam, agama Yahudi yang dianut warga Israel melarang pemeluknya makan daging babi.
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia, yang berpusat di Paris, juga keberatan dengan nama tersebut, dan mengatakan virus berunsur virus unggas dan manusia itu sejauh ini tak ditemukan seekor babi menderita karena penyakit tersebut.
Selain itu, ada perasaan yang berkembang di sektor pertanian untuk menyebutnya virus Amerika Utara, meskipun ahli penyakit Anthony Fauci mengatakan dalam dengar pendapat di Senat bahwa rancangan "flu babi" mencerminkan protokol penamaan ilmiah.
Bagi produsen daging babi di AS, nama flu babi telah merugikan, sehingga para pejabat pemerintah mengambil sikap dengan menegaskan bahwa daging babi Amerika aman dimakan dan negara lain tak perlu melarang impor.
"Harga daging babi, kedelai dan jagung telah anjlok dalam dua hari belakangan dan jika ini berlanjut, tentu saja ada potensi besar. Itu sebabnya mengapa penting untuk meluruskan ini," kata Vilsack.
Di Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga ada pembicaraan untuk melucuti kata "babi" dari nama flu babi, yang dikatakan penjabat Direktur CDC Richard Besser mengarah kepada salah penafsiran bahwa orang dapat terserang penyakit tersebut dari babi.
"Itu tak menguntungkan produsen daging babi. Itu juga tak membantu orang yang makan daging babi. Pun tak membantu bagi orang yang ingin mengetahui bagaimana mereka bisa terinfeksi oleh virus ini," kata Besser. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009