Setelah itu kita akan kembali ke disiplin fiskal tiga persen mulai tahun 2023
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kebijakan pelonggaran atau relaksasi batas defisit APBN yang melebihi persentase tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dibutuhkan selama tiga tahun sejak 2020 hingga 2022.
"Setelah itu kita akan kembali ke disiplin fiskal tiga persen mulai tahun 2023," kata Presiden Jokowi dalam telekonferensi pers dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Dengan adanya relaksasi defisit APBN di tahun ini, Presiden pada Selasa ini sudah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Presiden Jokowi perlu mengeluarkan Perppu tersebut karena defisit APBN yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU itu mengatur defisit APBN sebesar tiga persen dari PDB.
Baca juga: Teken Perppu, Presiden tambah APBN 2020 Rp405,1 triliun atasi COVID-19
Perppu yang diteken Presiden pada hari ini juga memfasilitasi tambahan belanja di APBN 2020 untuk penanganan COVID-19 senilai total Rp405,1 triliun. Dengan penambahan belanja ini, Presiden mengantisipasi defisit APBN akan meningkat menjadi 5,07 persen dari PDB.
Dari total anggaran Rp405,1 triliun untuk COVID-19 itu, sebanyak Rp75 triliun untuk anggaran bidang kesehatan, kemudian Rp110 triliun untuk perlindungan sosial.
"Anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan terutama pembelian APD (Alat Pelindung Diri), pembelian alat-alat kesehatan seperti test kit, reagent, ventilator, dan lain-lain," jelas Presiden Jokowi.
Selain itu, anggaran kesehatan juga dipergunakan untuk peningkatan fungsi Rumah Sakit (RS) rujukan, termasuk RS Wisma Atlet, insentif dokter, perawat dan tenaga rumah sakit, serta santunan kematian tenaga medis, serta penanganan masalah kesehatan lainnya.
Sedangkan anggaran perlindungan sosial akan diprioritaskan kepada penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang meningkat dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat, dan untuk kartu sembako yang jumlah sasarannya dinaikkan dari 15,2 juta orang menjadi 20 juta orang penerima
Selanjutnya, anggaran penanganan COVID-19 juga dialokasikan sebesar Rp75,1 triliun untuk insentif perpajakan serta stimulus kredit usaha rakyat dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Program pemulihan ekonomi nasional itu termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan pembiayaan dunia usaha, terutama usaha mikro, kecil dan menengah.
Baca juga: Presiden harapkan dukungan DPR untuk Perppu Kebijakan Keuangan
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020