Jakarta (ANTARA News) - Perbankan memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) antara 25 sampai 50 basis poin dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
"Apabila BI Rate makin turun, suku bunga funding bank juga akan turun sehingga perbankan akan dapat segera menurunkan suku bunga kredit yang masih tinggi," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, Senin.
Menurut dia, peluang BI untuk menurunkan BI Rate cukup besar melihat kondisi ekonomi makro Indonesia tumbuh cukup baik. "Kami optimis kesempatan yang ada itu tidak akan dibiarkan BI yang berusaha agar perbankan tetap tumbuh dan sehat," katanya.
Ia mengatakan, suku bunga funding (Deposito) masih tinggi mencapai antara 10 sampai 11 persen, karena permintaan nasabah besar agar suku bunga itu tetap di atas 10 persen.
"Kami sulit untuk dapat menurunkan suku bunga deposito di bawah 10 persen, karena khawatir nasabah akan mengalihkan dananya ke bank lain," ucapnya.
Ketika BI Rate mencapai 9,75 persen, lanjut dia, bunga deposito saat itu mencapai 13 persen, dan apabila BI Rate yang sekarang mencapai 7,75 persen, turun lagi, maka bunga deposito diharapkan turun.
Bunga deposito saat ini berkisar antara 10 hingga 11 persen.
Dengan turunnya BI Rate, maka bunga deposito juga diperkirakan akan segera turun yang pada gilirannya akan memicu pertumbuhan nasional bisa berkembang lebih baik, katanya.
Ditanya upaya BI terhadap bank untuk menyalurkan kreditnya, menurut Kostaman Thayib, BI mengharapkan perbankan sehat dan aman, kemudian baru mendorongnya untuk menyalurkan kreditnya dengan hati-hati karena kondisi ekonomi yang masih belum stabil, akibat krisis keuangan global yang makin berat.
Bank-bank sebenarnya menyalurkan kredit, namun sikap hati-hati terus diterapkan agar kredit bermasalah tidak menjadi bumerang di kemudiah hari, katanya.
Sementara Dirut Bank Himpunan Saudara Tbk, Farid Rahman mengatakan, perbankan sulit untuk dapat menghindari meningkatnya kredit bermasalah (non performing loan/NPL), akibat tekanan krisis keuangan global yang makin berat.
Krisis keuangan global yang bermula dari Amerika Serikat berlanjut ke Eropa yang berimbas ke Asia, khususnya Indonesia, memang tidak main-main, bahkan China yang ekonominya tumbuh paling tinggi di dunia juga terkena dampaknya, ucapnya.
Farid Rahman mengatakan, ekspor Indonesia yang terus merosot juga merupakan akibat melesunya ekonomi dunia, karena berkurangnya permintaan.
AS berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan paket stimulus triliunan dolar namun sampai saat ini masih belum terlihat hasilnya, katanya.
Mengenai Bank IFI, Kostaman Thayib mengatakan, bukan bank sistemik (bank yang dapat memberikan dampak negatif terhadap perbankan), jadi tidak ada pengaruhnya terhadap perbankan, karena itu dinilai masih kecil.
Apalagi pemerintah hanya menjamin dana nasabah bank tersebut sebesar Rp2 miliar, meski ada usulan jaminan ditingkatkan menjadi Rp5 miliar, katanya.
Tentang Bank Century, menurut dia bank itu bukan ditutup melainkan diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009