Lampung (ANTARA News) - Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mendesak Menteri Kesehatan Siti Fadilllah Supari untuk menindaklanjuti temuan LPPOM MUI, vaksin meningitis mengandung babi.
"Karena hal itu merupakan wewenang sepenuhnya Menteri Kesehatan, maka dalam waktu dekat, kami akan mendesak Menkes untuk menindaklanjuti dan mengambil langkah-langkah," tegas Menag Maftuh Basyuni di sela-sela kunjungan kerja ke Lampung, Ahad malam.
Sebelumnya Menag mengucapkan terimakasih atas informasi yang disampaikan oleh Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Sumatera Selatan (Sumsel) bahwa ada vaksin Meningitis yang mengandung babi.
Namun Maftuh mengaku kecewa karena sikap MUI yang langsung mempublikasikan temuan tersebut.
"Tapi saya sangat kecewa dan menyayangkan cara penyampaiannya yang dilakukan oleh MUI. Mestinya cukup disampaikan kepada kami, Menteri Agama dan Menteri Kesehatan. Sehingga tidak membuat gelisah calon jamaah haji," papar Menag.
Temuan Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Sumatera Selatan (Sumsel) mengenai vaksin meningitis yang mengandung babi, menuai sejumlah reaksi dari kalangan ulama.
Sebelumnya Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kiai Amidhan, memberikan reaksi dan meminta pemerintah untuk mencari alternatif vaksin lain yang bersifat halal.
"Jika terbukti benar mengandung enzim babi, maka wajib dicari alternatif lain, yakni vaksin yang tidak mengandung babi. Haji itu ibadah, beredarnya kabar ini akan membuat jamaah haji tidak tenang," ia menegaskan.
Mantan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Depag itu mengaku belum mengetahui secara detail mengenai laporan tersebut. Namun ia berjanji akan mengkomunikasikan masalah vaksin ini dengan LPPOM MUI pusat.
"Masih perlu penelitian lebih lanjut," katanya.
Selain itu, imbuh Amidhan, MUI pusat akan menindaklanjuti secapatnya. Pihaknya mengaku akan berkoordinasi dengan MUI Sumatra Selatan, Depertemen kesehatan dan beberapa pihak yang terkait.
Ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Masykuri Abdillah dalam menanggapi berita tersebut mengatakan, pemerintah harus melakukan upaya-upaya dan memproduksi vaksin yang tidak dari babi.
"Jika terbukti benar mengandung babi, maka harus diganti vaksinnya," tegasnya.
Namun ia pun buru-buru menegaskan, harus dilakukan pengkajian yang lebih canggih. Pasalnya, penelitian tersebut baru dilakukan di LPPOM MUI Sumsel.
"Untuk itu harus ada kerjasama antara Depag, Departemen Kesehatan (Depkes), dan LPPOM MUI," ujarnya.
Setelah dilakukan pengkajian, kata Masykuri, akan ditemukan hasilnya, apakah halal atau haram. Hanya saja ada dua opsi dari waktu penelitian tersebut. Jika penelitian cepat, maka lebih bagus. Jika lambat, harus dilakukan musyawarah ulama.
"Jika hasilnya belum didapat hingga menjelang haji 2009, maka musyawarah ulama harus memutuskan apakah vaksin ini tetap dipakai atau sama sekali tidak dipakai," katanya.
Masykuri mengaku para ulama khususnya Ulama NU akan melakukan tindakan menyingkapi kabar yang beredar ini. "Kami antisipasi masalah ini. Saya tidak bisa mengatakan bagaimana tindakan kami, baru akan kami bahas," tegasnya.
Sementara itu, Sekditjen haji Depag, Abdul Ghofur Djawahir, mengaku masih meragukan hasil temuan dari LPPOM MUI Sumsel. Pihaknya menanyakan apakah vaksin meningitis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah vaksin meningitis untuk jamaah haji atau bukan.
"Untuk itu perlu ada penelitian ulang. Kami akan cari tahu apakah ada jenis meningitis lain. Masalahnya saat ini banyak barang imitasi," katanya.
Abdul Ghofur mengaku pihaknya mengacu pada vaksin meningitis yang digunakan untuk ibadah haji seperti yang telah ditentukan pemerintah Arab Saudi. Vaksin ini merupakan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang mengetahui apa saja penyakit yang mungkin didera jamaah haji disana.
"Kami percaya sama Arab Saudi karena negara itu, negara besar yang juga memiliki alat-alat canggih," katanya.
Menurut Abdul Ghofur, vaksin dari Arab Saudi akan dibandingkan dengan vaksin yang diteliti oleh LPPOM MUI Sumsel. Jika vaksin yang digunakan sama, maka akan dikembalikan lagi pada kebijakan Arab Saudi.
Namun sebelumnya, imbuh Abdul Ghofur, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Depkes, LPPOM MUI pusat, dan MUI pusat mulai Senin (27/4). "Perlu ada pembahasan lebih lanjut. Pembahasan masih memerlukan waktu," ujarnya.
Abdul Ghofur mengaku hingga kini pihaknya belum menerima laporan dari pihak LPPOM MUI Sumsel maupun MUI Sumsel. "Jika laporannya ke Depag provinsi jelas mereka tidak punya kewenangan," paparnya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
soal vaksin, klo memang vaksin itu versi arab saudi.... masa sih mereka tidak tau tentang enzim babi itu?????!
\"Kalau sudah jadi tidak ditemukan lagi unsur tripsin,\" ujar Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Depkes Tjandra Yoga.
Ia mengatakan saat ini di dunia hanya ada dua merek vaksin yang biasa digunakan untuk menangkal meningitis. Arab Saudi pun juga menggunakan salah satu vaksin yang sama dengan yang digunakan oleh jemaah haji Indonesia.
Hingga kini belum ada alternatif lain selain kedua vaksin yang ada. Meski awalnya menggunakan tripsin, namun setelah diteliti oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) unsur babi dalam vaksin tidak ada lagi. Soal keputusan haram tidaknya vaksin tersebut, Depkes menyerahkan hal itu pada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kalau vaksi versi Arab Saudi ternyata mengandung babi, RI segera beritahukan ke Kerajaan Arab Saudi untuk perbaikan disana.