Kairo (ANTARA News/AFP)- Delegasi-delegasi dari kelompok Fatah pimpinan Presiden Mahmud Abbas dan gerakan Hamas berada di Kairo, Minggu untuk melakukan perundingan rekonsiliasi babak baru yang sangat "sulit".

Kedua delegasi itu diperkirakan dan bertemu secara terpisah dengan para pejabat keamanan Mesir menjelang perundingan tiga pihak, Senin dengan kepala intelijen Mesir Omar Suleiman, kata surat kabar Al Akhbar milik pemerintah itu.

Tim Fatah dipimpin mantan PM Ahmed Qorei, sementara delegasi Hamas dipimpin anggota politbiro Mussa Abu Marzouk.

Faksi-faksi yang berseteru itu diperkirakan akan membicarakan pembentukan pemerintah persatuan nasional dan programnya, reformasi aparatur keamanan dan penyusunan sebuah undang-undang pemilu baru, kata Al Akhbar.

Tetapi harapan-harapan kemajuan menipis setelah Hamas meramalkan adanya hambatan-hambatan.

"Perundingan ini adalah yang paling sulit mengingat adanya ketidak luwesan" yang terjadi dalam perundingan-perundingan sebelumnya, kata juru bicara Hamas Fawzi Barhum kepada AFP di Gaza, Sabtu.

Kedua pihak memulai perundingan mereka di Kairo 18 Maret, tetapi sejauh ini perundingan tersebut tidak banyak mengalami kemajuan dalam mengatasi perbedaan pendapat yang tajam antara pemerintah Abbas yang berpusat di Tepi Barat dan kelompok Hamas di Gaza.

Perundingan-perundingan ditangguhkan selama tiga pekan 2 April dan beberapa hari kemudian pemerintah Mesir mengusulkan menunda usaha-usaha untuk membentuk sebuah pemerintah persatuan dan sebaiknya membentuk satu komite untuk mengkoordinasikan kabinet-kabinet dua kelompok itu.

Satu persetujuan adalah vital bagi pembangunan kembali Jalur Gaza yang dikuasai Hamas sejak Juni 2007.

Wilayah itu porak poranda akibat serangan Israel tahun lalu yang menewaskan lebih dari 1.400 warga Palestina dan menyebabkan kehancuran luas wilayah itu.

Para donor internasional menjanjikan bantuan 4,5 miliar dolar untuk Palestina , sebagian besar akan digunakan untuk membangun kembali Gaza.

Tetapi bantuan itu dijanjikan kepada pemerintah Abbas, tidak kepada Hamas, dan tidak ada bantuan pembangunan diizinkan untuk wilayah Gaza yang dikuasai Hamas itu.

Sebagian besar pemerintah Barat menolak berurusan dengan Hamas sampai kelompok itu menghentikan aksi kekerasan dan mengakui Israel dan menyetujui perjanjian perdamaian terdahulu.

Pada hari Kamis, Menlu AS Hillary Clinton menyatakan ragu bahwa kelompok-kelompok Palestina yang berseteru itu akan menyetujui satu perjanjian menyangkut pemerintah persatuan.

Diplomat penting AS itu mengatakan tidak ada bantuan akan mengalir ke Hamas "atau masyarakat yang dikuasai Hamas" dan kembali menegaskan bahwa Washington tidak akan bersedia berurusan dengan pemerintah Palestina yang tidak mengakui Israel.

Fatah dan Hamas terlibat pertikaian berat sejak kelompok garis keras Islam itu menguasai Gaza dalam seminggu bentrokan berdarah antara kedua faksi itu.

Usaha-usaha Mesir untuk merukunkan mereka terus dilakukan di tengah-tengah perbedaan mendalam mencakup susunan dan kewajiban sebuah pemerintah persatuan Palestina.

Hamas menegaskan bahwa pihaknya tidak mengakui Israel sebagai bagian dari setiap perjanjian.

Dengan harapan-harapan satu pemerintah persatuan memudar, Mesir mengusulkan kedua pihak mengkoordinasikan pemerintah-pemerintah mereka di Gaza dan Tepi Barat melalui satu komite gabungan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009