Langkah yang tegas antara lain mengefektifkan pembatasan mobilitas warga
Jakarta (ANTARA) - Kerja keras telah dan sedang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI untuk menghentikan penyebaran virus corona yang dari hari ke hari kian merenggut korban.
Dalam kerangka perpanjangan masa tanggap darurat dari semula 5 April menjadi 19 April 2020, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tetap memberlakukan perintah agar warga tetap berdiam di rumah dan meliburkan anak sekolah.
Selanjutnya, mengalihkan PNS dan karyawan untuk bekerja dari rumah, menutup tempat hiburan dan objek wisata serta mengurangi frekuensi pelayanan angkutan umum. Selain memberlakukan pembatasan jarak fisik dan sosial.
Dengan langkah tersebut, mustahil masih ada aktivitas normal dilakukan warga dan kegiatan bisnis di Ibu Kota. Semua aspek kehidupan sudah terbatas dan dibatasi.
Namun upaya keras itu belum menurunkan angka jumlah warga DKI yang terpapar virus corona (COVID-19). Jumlahnya pasien masih naik.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mencatat hingga Senin, total positif COVID-19 di Indonesia sebanyak 1.414 kasus, sementara 75 orang sembuh dan 122 meninggal dunia.
Baca juga: Anies siapkan 80 pasar daring untuk tekan penyebaran COVID-19
Dari jumlah itu, DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan 698 kasus. Jakarta masih menjadi episentrum wabah ini.
Tetapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat hingga Senin, 30 Maret 2020, total jumlah kasus positif COVID-19 mencapai 720 kasus, sementara yang sembuh sebanyak 48 orang dan 76 meninggal dunia.
Meningkat
Berdasarkan laman corona.jakarta.go.id, angka itu merupakan pembaharuan hingga pukul 08.00 WIB dan belum ada laporan lagi hingga Senin siang. Jumlah itu meningkat dibanding pada Minggu (29/3), yakni 701 kasus positif.
Dengan demikian terdapat penambahan 19 pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19. Sementara korban meninggal dunia tercatat 76 orang atau naik sembilan kasus dibanding Minggu.
Pasien sembuh tetap berada di angka 48 orang. Adapun, 445 pasien positif COVID-19 tengah dirawat di rumah sakit dan 151 pasien melakukan isolasi mandiri.
Untuk jumlah orang dalam pemantauan (ODP), tercatat 2.289 pasien di wilayah DKI Jakarta dengan rincian 498 pasien masih dipantau dan 1.791 pasien telah selesai dipantau.
Sementara itu, ada 1.046 orang masuk dalam status pasien dalam pengawasan (PDP). Rinciannya, 708 orang dirawat dan 338 dinyatakan negatif sehingga diperbolehkan pulang.
Dari jumlah itu, sebanyak 81 tenaga medis di DKI Jakarta terkonfirmasi positif terinfeksi virus corona. Mereka bertugas di 30 rumah sakit.
Baca juga: Analis: Pendekatan peran masyarakat penting terkait kebijakan COVID-19
Jumlah itu meningkat signifikan dibandingkan Sabtu (28/3) yang tercatat sebanyak 61 orang atau naik 20 orang dalam dua hari terakhir. Jika melihat angka statistik, angka kesembuhan masih rendah dibandingkan jumlah kematian tiap harinya.
Momentum
Dengan data-data itu, langkah lebih tegas tampaknya mendapatkan momentum. Langkah yang tegas antara lain mengefektifkan pembatasan mobilitas warga.
Dalam posisi sebagai zona merah episentrum pagebluk ini, DKI juga berperan sangat penting untuk membatasi pergerakan warga keluar kota. Tujuannya agar dalam skala lebih luas, yakni menekan dan memutus rantai penyebaran virus ke daerah lain.
Jakarta adalah metropolitan tempat banyak warga dari berbagai daerah menyandarkan kehidupan. Tak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar perantau itu menggeluti sektor informal yang pendapatannya sangat tergantung pada aktivitas sehari-hari.
Di tengah pandemi global ini, banyak perantau yang mudik lebih awal. Alasan mudiknya beragam, salah satunya tidak adanya sumber penghasilan.
Tetapi keputusan mudik lebih awal itu berisiko terjadinya semakin luasnya penyebaran virus di daerah asalnya. Karena itu, fenomena mudik yang dipercepat itu diantisipasi pemerintah daerah dengan melarangnya.
Kalaupun sudah ada yang terlanjur sampai di kampung maka harus melapor ke aparat desa/kelurahan. Mereka dikategorikan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) yang harus menjalankan protokol pencegahan pandemi virus corona.
Baca juga: Gubernur Jabar izinkan kab/kota terapkan karantina wilayah parsial
Antara lain harus karantina mandiri selama 14 hari, pembatasan jarak fisik dan sosial. Sebagai orang yang baru datang dari zona merah juga harus menjalankan hidup bersih dan sehat.
Hentikan Bus
Persoalannya, fenomena mudik dipercepat itu sudah terjadi sejak awal Maret. Sejak diumumkan ada warga Depok (Jawa Barat) positif terjangkit virus corona pada 2 Maret 2020, saat itu kecemasan dan kekhawatiran menggerakkan sebagian orang untuk mudik.
Apalagi jumlah orang yang terjangkit virus ini terus meningkat. Maka hingga akhir Maret, diperkirakan sudah puluhan ribu orang ke daerah.
Otoritas Terminal Lebak Bulus di Jakarta Selatan mengakui ada kepadatan penumpang hingga akhir pekan lalu. Bus adalah salah satu moda transportasi andalan ke daerah.
Karena itu untuk menghentikan fenomena arus mudik yang lebih awal atau dipercepat, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta semula ingin menghentikan layanan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Jemput Antar Provinsi (AJAP) dan bus pariwisata mulai 30 Maret pukul 18.00 WIB.
Namun surat penghentian pelayanan operasional bus yang melayani trayek dari dan ke Jakarta bernomor 1588/-1.819.611 itu kemudian dianggap sebagai bentuk sosialisasi dan antisipasi jika segera terbit penetapan pembatasan angkutan umum oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Jika kebijakan tersebut diwujudkan, maka harapannya mampu menekan sebaran virus corona di Jakarta dan daerah lain. Namun hal itu perlu penetapan dari BPTJ.
Baca juga: Pemerintah pertimbangkan pengalaman negara lain terapkan "lockdown"
Di sisi lain, arus keluar-masuk Jakarta, tidak hanya melalui bus, tetapi juga ada moda transportasi umum lainnya, seperti kereta api dan pesawat udara.
Berkaca dari pengalaman saat arus mudik selama ini, untuk keluar-masuk Jakarta tidak sebatas menggunakan moda-moda transportasi itu. Cara lain masih terbuka luas, yakni menggunakan sepeda motor dan kendaraan pribadi.
Agaknya meneguhkan kesadaran seluruh warga untuk menahan diri dengan tidak beranjak dari ibu kota--demi menekan sebaran virus corona di daerah--perlu terus didengungkan di masa serba sulit ini.
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020