"Yang terpenting adalah adanya jaga jarak fisik dan menghindari kontak dengan orang yang demam atau batuk atau pilek yang tidak menggunakan masker," ujar Ari dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Dia menambahkan rekomendasi yang diberikan oleh WHO penyemprotan disinfektan dilakukan pada lingkungan, bukan pada individu secara langsung.
Penyemprotan disinfektan yang dilakukan terlalu sering, akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan hal itu perlu dihindari.
Baca juga: Sosiolog sebut pencegahan penularan COVID-19 harus jadi prioritas
Baca juga: BPOM keluarkan edaran cara membuat penyanitasi tangan, sebut pakar
Baca juga: Dokter: Cuci tangan 20 detik secara benar bisa membunuh virus corona
Ari menambahkan jika melihat bagaimana penularan COVID-19 terjadi, maka sebenarnya menggunakan disinfektan secara langsung tidak dibutuhkan, bahkan jika disinfektan tersebut terhirup atau terkena mata, maka akan menimbulkan masalah kesehatan.
Menurut Ari, yang terpenting dalam menghindari penularan virus yang menyerang saluran pernafasan itu, adalah mencuci tangan pakai sabun pada air yang mengalir.
Secara umum memang sudah terbukti bahwa cuci tangan pakai sabun rutin bisa mencegah terjadinya infeksi saluran pernafasan akut dan infeksi saluran cerna.
"Jika tidak memungkinkan untuk cuci tangan pakai sabun, maka kita dapat menggunakan penyanitasi tangan. Tetapi perlu diketahui, bahwa setelah menggunakan lima hingga enam kali penyanitasi tangan, kita tetap harus melakukan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir," kata Ari.*
Baca juga: Palembang sediakan puluhan titik fasilitas cuci tangan
Baca juga: BPBD Kudus sediakan fasilitas cuci tangan di tempat keramaian
Baca juga: Rutan Muaralabuh wajibkan pengunjung cuci tangan
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020