Singapura (ANTARA News) - Harga minyak mentah melemah di perdagangan Asia, Jumat, di bawah 50 dolar AS per barel, setelah mencatat kenaikan moderat tadi malam di New York.

AFP melaporkan, kontrak berjangka utama New York, minyak mentah jenis "light sweet" untuk pengiriman Juni, turun 32 sen menjadi 49,30 dolar AS per barel, sementara minyak mentah "Brent North Sea" untuk pengiriman Juni turun 43 sen menjadi 49,68 dolar AS.

Para analis mengatakan, pasar masih akan berubah-rubah karena negara-negara seluruh dunia mencari jalan keluar dari kemerosotan ekonomi, yang telah memperlemah permintaan energi dan menarik turun harga harga minyak.

Dana Moneter Internasional (IMF) pada Rabu, memproyeksikan sebuah kontraksi global hebat tahun ini, turun taja, dari proyeksi suram awal tahun ini.

IMF memproyeksikan ekonomi glonal akan menyusut 1,3 persen pada 2009, mengatakan krisis finansial lebih hebat dari yang diperkirakan.

Harga minyak mentah menunjukkan kenaikan moderat pada Kamis di New York, karena dolar AS melemah terhadap euro dan mata uang utama lainnya, membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih murah bagi para pemegang mata uang kuat lainnya, kata para dealer.

"Sangat singkat sekali, pasar merespon mata uang dan terhadap saham," kata Bart Melek dari BMO Capital Markets.

"Apa yang kami lihat adalah sebuah pelemahan dolar dan sedikit gigitan dari sisi saham."

Mata uang AS turun pada Kamis, terutama terhadap euro, yang telah melewati 1,31 dolar sekitar pukul 1900 GMT.

Sebuah pelemahan dolar membuat minyak mentah lebih murah bagi para pembeli yang menggunakan mata uang kuat.

Pasar saham, yang dipandang sebagai sebuah "bellwether" (penggerak arah ekonomi -red.) pada ekspektasi investor terhadap permintaan komoditas, sedikit menguat di tengah perdagangan yang berubah-ubah ketika pasar minyak New York tutup.

"Tetapi, permintaan masih mengkhawatirkan," kata Melek, di tengah meningkatnya cadangan minyak mentah AS.

Menurut data pemerintah AS pada Rabu, stok minyak mentah negara konsumen energi terbesar dunia itu, pekan lalu naik lebih besar daripada perkiraan, untuk kali  keenam pekan berturut-turut, ke sebuah rekor tertinggi baru sejak 1990.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009