"Saya kira pemerintah pusatlah yang memiliki tanggung jawab untuk menentukan stastus karantina kesehatan. Tidak bisa diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," kata Saiful Anam di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pemerintah daerah tidak berwenang, apalagi mengambil keputusan sendiri dengan istilah yang berbeda-beda, seperti lockdown ataupun local lockdown.
Ia mengingatkan bahwa kasus COVID-19 merupakan kejadian kesehatan masyarakat bersifat luar biasa yang menimbulkan bahaya kesehatan lintas wilayah atau negara sehingga hal itu telah memenuhi unsur kedaruratan kesehatan masyarakat.
Baca juga: Wali Kota Tegal diminta jangan bertentangan dengan pemerintah pusat
Untuk itu, Saiful Anam mengingatkan pemerintah pusat agar segera mengambil alih kasus ini dan menetapkan status karantina sesuai dengan kebutuhan wilayah masing-masing.
"Saya kira pemerintah pusat harus tegas dalam hal masalah ini untuk menentukan status karantina apakah cukup dengan karantina rumah, karantina rumah sakit ataukah karantina wilayah," jelasnya.
Dosen Unas ini juga berharap pemerintah pusat segera membentuk pejabat karantina kesehatan, serta memenuhi segala kebutuhan hidup dasar daerah karantina.
Sebelumnya, menurut dia, untuk menghentikan penyebaran COVID-19 sejumlah daerah di Indonesia telah menerapkan kebijakan yang berbeda-beda.
"Ada yang local lockdown atau isolasi wilayah, seperti Tasikmalaya, Kota Tegal, dan Papua," katanya.
Baca juga: Guru besar ingatkan penyemprotan disinfektan bisa matikan bakteri baik
Baca juga: Hong Kong larang perkumpulan di tempat umum lebih dari empat orang
Berikutnya, warga Kabupaten Sleman, Yogyakarta, mulai menutup akses jalan menuju ke kampungnya, seperti yang dilakukan warga Dusun Pojokan Bejen, Desa Caturharjo, Kecamatan Sleman.
Bahkan, seorang tamu yang berasal dari wilayah Wonogiri, Jawa Tengah, tidak diperbolehkan masuk ke dusun tersebut.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020