Jayapura (ANTARA News)- Untuk menyelesaikan segala permasalahan krusial yang saat ini terjadi di Papua, menyusul berbagai tindakan kekerasan sekelompok orang yang meresahkan masyarakat akhir-akhir ini pemerintah dan aparat harus membangkitkan kembali kepercayaan rakyat.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Jendral (Sekjend) Presidium Dewan Papua (PDP), Thaha M. Alhamid kepada ANTARA di Jayapura, Kamis.

"Jika pemerintah dan aparat tidak serius menangani masalah di tengah masyarakat dan tidak memperhatikan kepentingan rakyat, maka tingkat kepercayaan terhadap kinerja mereka akan berkurang," ujarnya.

Niat dan tindakan baik, yang telah dilakukan pihak-pihak tertentu belakangan ini, untuk membangun dialog terbuka dengan beberapa elemen masyarakat guna mengklarifikasikan berkembangnya situasi yang kurang kondusif di Papua dan khususnya di Jayapura, disambut positif oleh Thaha.

Namun demikian, dia menegaskan, tanpa diiringi dengan rekonstruksi kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan aparat yang saat ini mulai terkisis, maka penyelesaian masalah sosial dan politik di Papua belum dapat berjalan optimal.

Menurutnya, pemerintah harus menarik kembali jalan sejarah ke masa 40 tahun silam, saat Papua, yang saat itu bernama Irian barat dinyatakan sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Pemerintah harus membuat orang Papua bangga menjadi bagian dari Indonesia, seperti daerah-daerah lainnya," kata Thaha.

Lebih lanjut dia menyatakan, penyatuan Papua ke dalam wilayah NKRI harus didasarkan pada "nation integration", bukan berdiri di atas pondasi "capital integration" yang selama ini terjadi.

"Artinya, Papua harus diperlakukan sebagaimana bagian dari Indonesia, bukan dipandang semata-mata karena kekayaan alam Papua dan masyarakatnya dapat dieksploitasi untuk keuntungan segelintir orang," tegasnya.

Dalam hal ini, pemerintah yang berperan sebagai pelayan rakyat harus dapat menetapkan kebijakan dan pendekatan dengan paradigma baru yang benar-benar memihak kepada rakyat Papua.

Otonomi Khusus (Otsus) yang menjadi kebijakan pemerintah agar bisa mengakomodir aspirasi masyarakat Papua, sejauh ini dinilai banyak pihak belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan amanat yang tertuang dalam UU No.25 Tahun 2001.

Otsus seharusnya merupakan kebijakan yang memihak masyarakat Papua. Namun, selama ini status tersebut hanya diidentikkan dengan banyaknya uang yang dialokasikan ke Papua.

"Hasilnya, masih banyak masyarakat Papua yang terlantar dan masih termarjinalkan," kata Thaha.

Selanjutnya, pendekatan dengan paradigma baru yang ditetapkan pemerintah atas masyarakat harus dilakukan dengan pendekatan sosial-kultural, bukan dengan pendekatakan keamanan.

Hal tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan pertemuan dan dialog antara pemerintah dengan masyarakat berbagai lapisan untuk lebih jauh memahami posisi masing-masing pihak.

Jika cara-cara ini dilakukan dengan serius, maka diharapkan dapat terbangun rasa saling percaya, menghormati dan menghargai akan keberadaan serta peran dan tanggung jawab antara pemerintah dan aparat dengan masyarakat di Papua.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009