Kinshasa (ANTARA News/Reuters) - Pemberontak Hutu Rwanda telah membunuh sedikitnya 14 orang dalam serangan di sebuah desa terpencil di provinsi North Kivu di Republik Demokratik Kongo timur, radio PBB dan seorang pejabat setempat mengatakan, Rabu.
Pemberontak dari Pasukan Demokratik untuk Pembebasan Rwanda (FDLR) telah menyerang posisi militer Kongo di Myanga, sekitar 100 Km di barat ibukota provinsi itu, Goma, sebelum fajar pekan lalu....., kata mereka.
"Mereka menembak tentara tapi juga warga sipil. Empat warga desa tewas termasuk wanita dan anak. Kepala desanya disandera, dan kerongkongannya diputus di semak-semak," pejabat pemerintah setempat Dieudonne Tshishiku mengatakan.
Berita mengenai insiden itu tidak mencapai pemerintah hingga beberapa hari kemudian karena lokasi Myanga yang terpencil dan kurang komunikasi, kata Tashishiku.
Radio Okapi yang disponsori-PBB, mengutip koordinator masyarakat madani setempat, mengatakan sedikitnya 10 tentara tewas dalam serangan itu. Beberapa pejabat militer Kongo mengatakan satu tim akan dikirim ke Myanga untuk menyelidiki tapi menolak untuk memberikan korban tewas.
Tentara Kongo dan tentara dari tetangganya Rwanda telah melancarkan operasi bersama pada Januari terhadap pemberontak FDLR, yang dianggap sebagai akar masalah 15 tahun konflik yang memburuk di Kongo timur.
Namun menyusul penarikan Rwanda satu bulan kemudian, pemberontak yang sebagian besar etnik Hutu telah meningkatkan pembalasan terhadap warga sipil dan merebut kembali wilayah yang mereka kalahkan dalam serangan itu.
Beberapa saksi mengatakan pemberontak FDLR telah membunuh sedikitnya delapan orang dan membakar ratusan rumah di dua desa sekitar 180 Km di utara Goma akhir pekan lalu.
Militer Kongo dan misi penjaga perdamaian PBB di negara itu, MONUC, sedang bersiap untuk memperluas operasi terhadap FDRL hingga South Kivu.
Badan-badan bantuan mengkhawairkan bahwa pembukaan front baru terhadap pemberontak berisiko memperburuk bencana kemanusiaan di Kongo timur tempat lebih dari satu juta orang melarikan diri dari pertempuran sejak akhir 2006.
"Kami tahu sangat baik bahwa FDLR dapat bertindak secara brutal dan kasar. Saya pikir bahwa kita harus mengakhiri ancaman itu," Alan Doss, kepala misi PBB, mengatakan pada Radio Okapi.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009