Alat ini dibuat untuk menghindarkan tertularnya tenaga kesehatan

Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) terus berinovasi untuk menemukan cara meminimalisasi penularan virus corona, salah satunya dengan memproduksi alat yang mampu menunjang kerja para dokter agar tetap aman ketika menangani pasien COVID-19, yakni safety chamber.

"Saat melakukan pemeriksaan pasien, kadang-kadang mereka (pasien) bersin atau batuk-batuk. Alat ini dibuat untuk menghindarkan tertularnya tenaga kesehatan saat menyentuh dan mendiagnosa pasien terduga COVID-19," kata Koordinator Tim Tanggap COVID-19 RSU UMM, Thontowi Djauhari di Malang, Jawa Timur, Minggu.

Thontowi mengaku berangkat dari kebutuhan menjaga keselamatan tenaga medis dari tertularnya virus mematikan ini, civitas akademika UMM membuat inovasi di bidang kesehatan yang diberi nama bilik keselamatan (safety chamber).

Dalam beberapa pekan terakhir penanganan penyebaran COVID-19, sudah ada beberapa tenaga medis, termasuk dokter yang berpulang karena kemungkinan tertular COVID-19 dari pasien yang ditangani. Oleh karena itu, UMM berusaha menemukan alat yang mampu meredam penularan virus yang awalnya dari China itu.

Menurut WHO, virus itu menular dari manusia satu ke manusia lain. Cara penularannya, virus corona menyebar melalui tetesan air liur atau keluar dari hidung ketika orang yang terinfeksi sedang batuk atau bersin. Tetesan tersebut mendarat di mulut atau hidung orang yang berada di dekatnya, bahkan juga bisa menular antara orang yang saling bersentuhan.

Safety chamber berbentuk kotak transparan ini digadang-gadang mampu meminimalisasi penularan. Cara penggunaannya, pasien tinggal masuk ke pelindung yang terbuat dari bahan mika ini untuk diketahui gejala yang dirasakan. Tenaga medis yang bertugas tentunya akan lebih aman karena dipisahkan ruang dari pasien.

Baca juga: Perkumpulan dokter harap pemerintah pastikan APD berkualitas tersedia

Baca juga: Bantu sediakan APD, Wakil Ketua MPR ajak wakil rakyat potong gaji

"Alat ini tentunya bukan satu-satunya standar keselamatan yang kami pakai. Kami akan tetap menggunakan alat perlindungan diri (APD)," ujarnya Thontowi.

Meski masih dalam tahap penyempurnaan, sambung Thontowi, ke depan alat ini akan dilengkapi dengan sejumlah fitur lain untuk lebih meminimalisasi peluang penularan, seperti penambahan alat bantu bernapas, sehingga pasien tetap merasa nyaman saat dilakukan pemeriksaan di dalam safety chamber. Selain itu, juga akan meminimalisasi penggunaan lem agar terhindar dari kebocoran.

Menurut Thontowi, alat inovasi kesehatan yang diinisiasi UMM di tengah pandemi global COVID-19 ini rencananya akan diproduksi masal untuk membantu rumah sakit rujukan pasien COVID-19 dan para tenaga kesehatan.

"Perawatannya mudah, tinggal dibersihkan dengan alkohol atau cukup menggunakan sabun deterjen, karena deterjen lebih efektif membersihkan," ungkap Thontowi.

Thontowi berharap ada pihak yang bersedia membantu mengembangkan dan mendanai proyek inovasi kesehatan ini. "Ke depan, jika ada stakeholder yang berminat mendanai alat ini semoga bisa diproduksi secara masal. Kami dengan senang hati membuka pintu kerja sama agar inovasi ini juga bisa dimanfaatkan di banyak rumah sakit," katanya.

Sebelumnya (27/3), PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kembali mengumumkan dokter yang menjadi korban pandemi COVID-19. Melalui akun media sosial, PB IDI mengucapkan duka cita atas meninggalnya dua dokter, yakni dr Bartholomeus Bayu Satrio Kukuh Wibowo dari IDI cabang Jakarta Barat dan dr Exsenveny Lalopua, pengurus IDI cabang Jawa Barat.

Baca juga: Cukupi APD, Mahfud: Genjot produksi lokal dan impor

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020