Brisbane (ANTARA News) - Sebelas orang warga negara Indonesia (WNI), Rabu, mengaku bersalah di Pengadilan Magistrat Perth, Australia Barat, yang menyidangkan kasus penyelundupan manusia."Dari 14 orang (WNI) yang disidang hari ini, sebelas orang pleaded guilty (mengaku bersalah-red.)," kata Sekretaris III Konsulat RI Perth, Nurul Sofia Soeparan, yang memantau jalannya proses persidangan 14 WNI itu.Namun Nurul tidak merinci nama-nama WNI yang mengikuti persidangan kasus penyelundupan manusia, khususnya mereka yang "sudah mengaku bersalah" telah membawa masuk perahu-perahu berpenumpang para pencari suaka ke Australia tahun lalu itu. Sesuai dengan hukum Australia, mereka yang terbukti menyelundupkan lima atau lebih warga asing ke negara itu diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Namun, merujuk pada vonis yang telah dijatuhkan Pengadilan Magistrat Perth kepada tiga orang WNI sebelumnya, masa hukuman penjara berkisar antara lima dan enam tahun. Kasus-kasus penyelundupan ratusan orang pencari suaka asing ke Australia yang melibatkan belasan nakhoda perahu asal Indonesia itu terjadi sejak September 2008. Dalam penjelasan Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth Ricky Suhendar, kepada ANTARA baru-baru ini, sudah ada belasan WNI yang kini ditahan dalam kasus penyelundupan manusia di Australia Barat. Di antara mereka itu adalah Abdul Hamid (35), Man Pombili (31), Arman, Arsil, Abdul Hamid Daeng Siga, Yantonce, Ibrahim Ferdy, Laode Tasri, Mimuk, Sumarto, Ade Haydar, Amos Ndolo (58), Ali Topan Samsir, Muchlas Ahmad dan Hamirudin, katanya. Mereka umumnya berasal dari Kawasan Timur Indonesia, seperti Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan (Sumsel).Tiga Divonis Tiga di antaranya sudah divonis Pengadilan Negeri Australia Barat, yakni Abdul Hamid (enam tahun penjara), Amos Ndolo (lima tahun penjara), dan Man Pombili (enam tahun penjara dengan minimum tiga tahun tanpa pembebasan bersyarat). Selama 2008, ada tujuh perahu berpenumpang ratusan pencari suaka yang masuk perairan Australia. Serbuan perahu-perahu penyelundup pencari suaka asing ke negara itu terus berlangsung. Dalam empat bulan pertama 2009, setidaknya sudah ada tujuh kapal kayu berpenumpang pencari suaka yang ditahan. Kasus terakhir adalah perahu berpenumpang 32 orang pencari suaka asal Sri Lanka yang berhasil ditangkap kapal AL Australia sekitar 47 mil laut baratdaya Pulau Barrow, Australia Barat, Rabu. Penangkapan perahu pembawa pencari suaka ini dilakukan delapan hari setelah peristiwa ledakan di kapal kayu berawak dua orang dan berpenumpang 47 orang pencari suaka asal Afghanistan (16/4). Dalam peristiwa ledakan di kapal kayu itu, tiga orang tewas, dua hilang, dan sedikitnya 41 orang lainnya terluka, termasuk dua orang WNI bernama Beni asal Bone (Sulawesi Selatan) dan Tahir M asal Muncar, Banyuwangi (Jawa Timur). Dalam menangani aksi kejahatan penyelundupan manusia dan migran gelap, pemerintah Australia bekerja sama dengan negara-negara mitra di kawasan Asia Pasifik melalui forum "Bali Process" beranggotakan 42 negara. Forum pertemuan tingkat menteri "Bali Process" merupakan inisiatif bersama Australia dan Indonesia untuk memperkuat komitmen bersama negara asal, negara transit dan negara tujuan terhadap penanganan aksi-aksi kejahatan penyelundupan manusia dan perdagangan orang. Pada 17 April lalu, Kepolisian Resor Cilegon menangkap 68 warga Afganistan di Vila Tri Murti, Anyer, karena memasuki wilayah Indonesia secara ilegal.Diperkirakan mereka bermaksud pergi ke negara Kangguru ini.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009