Jakarta (ANTARA News) - Partai Demokrat menghormati keputusan DPP Partai Gokar yang menghentikan pembicaraan koalisi dengan Partai Demokrat setelah lobi tim dari kedua partai selama sepekan terakhir tidak mencapai titik temu.
Hal itu disampaikan Ketua DPP Partai Demokrat Max Sopacua kepada pers usai dialog kenegaraan "Koalisi Pasca Pemilu Legislatif" di Gedung Dewan Perwakian Daerah (DPD) RI di Senayan Jakarta, Rabu.
Max mengemukakan, pihaknya masih menunggu keputusan Rapimnas Khusus Golkar pada 23 April 2009. "Kami menganggap keputusan itu belum mencapai validitas sebagai keputusan resmi partai. Karena itu, kami masih menunggu hasil Rapimnas Khusus Golkar," katanya.
Partai Demokrat akan menghargai apapun keputusan dan hasil Rapimnas Khusus Golkar. Kalaupun keputusan Rapimnas Khusus Golkjar juga akan sama dengan keputsuan rapat pleno harian DP Golkar, Partai Demokrat juga tidak akan mempermasalahkan.
"Kami nggak patah arang. Nggaklah. Ini `kan ibaratnya tetangga kita yang tidak mau lagi arisan bersama kita. Ya kita cari yang lain," kata Max.
Dia mengemukakan, apabila Golkar kemudian menggalang kekuatan politik untuk mencalonkan capres/cawapres sendiri, maka hal itu justru bagus bagi demokrasi.
Artinya, dengan munculnya calon dari Golkar, maka ancaman boikot dari kubu oposisi dan ancaman bahwa pada Pemilihan Presiden/Wakil Presiden (Pilpres) hanya akan ada satu calon sehingga Pilpres akan gagal, juga terbantahkan.
Dengan demikian, kata Max, Pilpres akan tetap berlangsung sesuai agenda yang telah ditetapkan KPU dan demokrasi akan tetap semarak.
Max mengatakan, ancaman boikot Pilpres dengan alasan kekecewaan terhadap Daftar Pemilih Tetap (DPT) kurang tepat karena persoalan DPT diperkirakan hanya menyangkut 10-20 juta pemilih, sementara jumlah orang yang mendapatkan hak memilih dan menggunakan haknya itu pada Pemilu 9 April 2009 jumlahnya jauh lebih besar.
"Apa iya kita mau mengorbankan pemilu, termasuk mendesak pemilu ulang karena persoalan DPT yang menyangkut 10-20 juta orang termasuk mereka yang golput, sementara jumlah orang yang mendapatkan hak pilih dan menggunakan hak pilihnya jumahnya jauh lebih besar," katanya.
Mengenai ancaman bahwa Pilpres akan diikuti satu pasangan capres/cawapres sehingga pelaksaan Pilpres akan gagal, Max mengatakan, solusinya tetap ada, termasuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (perppu) yang menghapus persyaratan dukungan minimal pencalonan presiden/wakil presiden sebesar 20 kursi parlemen atau 25 persen suara sah nasional.
Tetapi pemikiran tersebut masih jauh dari kemungkinan diwujudkan karena dengan rencana Golkar mengajukan capres/cawapres sendiri akan menambah jumlah pasangan yang akan bertarung di Pilpres.
Mengenai gagalnya pembicaraan tim Partai Golkar dengan Partai Demokrat mencapai titik temu, Max mengemukakan, persoalan utama ada pada jumlah cawapres yang akan disampaikan kepada Susilo Bambang Yudhoyono.
Golkar hanya menginginkan mencalonkan satu nama, sementara Partai Demokrat menginginkan agar beberapa nama diajukan agar memberi kekeluasaan kepada Yudhoyono mempertimbangan calon-calon yang diajukan.
"Ajukan saja beberapa nama. `Kan sekarang sudah banyak muncul wacana, seperti nama Akbar Tandjung, Hatta Rajasa, Sri Mulyani, Hidayat Nurwahid, Surya Paloh, Ginandjar Kartasasmita dan nama-nama lain. Tidak masalah, kita serahkan kepada SBY untuk memutuskan," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009