Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mahmudi menilai, lambatnya informasi mengenai besaran dana dari pemerintah pusat untuk daerah membuat penyerapan anggaran di daerah lemah.

"Kepastian berapa jumlah dana yang akan digelontorkan oleh pemerintah pusat baru di dapatkan akhir tahun sehingga daerah tidak mungkin bisa membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebelum awal tahun," katanya kepada ANTARA, Rabu.

Ia mengatakan, semakin otonomnya daerah telah membuat proses penganggaran di tingkat daerah harus melewati proses politik yang berliku sehingga jika kepastian alokasi dana dari puusat diperoleh akhir tahun, maka pemerintah daerah dan DPRD baru mengadakan rapat menentukan APBD awal tahun kemudian. Prosesnya pun bisa lama hingga tiga bulan.

"Jadi setelah selesai APBD, tentu anggaran tidak bisa langsung diserap, perlu prosedur untuk mengesekusinya, seperti tender," katanya.

Selain masalah keterlambatan informasi, faktor kualitas sumber daya manusia juga menjadi kendala sehingga dana dari pemerintah pusat tersebut menjadi mubazir.

"Dana-dana hanya ditempatkan di bank, bahkan ada indikasi penempatan dana tersebut di rekening pribadi pejabat," katanya.

Mahmudi lalu mengkritik Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) yang disebutnya sangat lemah dan tidak mempunyai kemampuan riset memadai sehingga program-program yang dibuat hanya sekedar jiplikan dari program sebelumnya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009