Sekarang masih Plh, kita masih menunggu petunjuk dari Pak Menteri (Mendagri)

Pekanbaru (ANTARA) - Gubernur Riau Syamsuar mengatakan telah mengirimkan surat ke Menteri Dalam Negeri untuk meminta petunjuk dan arahan terkait pengangkatan Sekretaris Daerah Bengkalis Bustami HY sebagai Pelaksana Tugas Bupati di wilayah itu.

"Saya sudah ajukan surat ke Pak Menteri, kita masih menunggu jawabannya," kata Syamsuar kepada wartawan, di Pekanbaru, Sabtu.

Syamsuar kini tengah mempertimbangkan untuk mengangkat Bustami HY menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bengkalis setelah Plt saat ini, Muhammad ditetapkan sebagai buronan (DPO) kasus korupsi oleh Polda Riau.

Bustami HY saat ini sejatinya telah menjalankan tugas sebagai Pelaksana Harian (Plh) Bupati Bengkalis sejak kasus yang menjerat Muhammad bergulir di Korps Bhayangkara. Bustami tercatat telah sebulan menjadi Plh Bupati Bengkalis.
Baca juga: Hakim tolak praperadilan Plt Bupati Bengkalis, buronan korupsi

Namun, sejumlah pihak mendesak Gubernur Riau Syamsuar mengambil sikap karena status Bustami sebagai Plh memiliki kewenangan terbatas untuk menjalankan roda pemerintahan di kabupaten berjuluk Negeri Junjungan tersebut.

Terlebih, saat ini Bengkalis menjadi wilayah yang paling banyak memiliki orang dalam pengawasan (ODP) COVID-19 mencapai 1.000 lebih, sehingga perlu penanganan yang cepat dan tepat.

"Sekarang masih Plh, kita masih menunggu petunjuk dari Pak Menteri (Mendagri)," ujarnya lagi.

Gubernur Riau itu mengungkapkan, jika nantinya sudah ada persetujuan dari Mendagri terkait penunjukan Sekda Bengkalis menjadi Plt Bupati Bengkalis, maka pihaknya langsung akan memproses pengangkatannya.

Plt Bupati Bengkalis Muhammad menjadi tersangka dugaan korupsi pipa transmisi PDAM senilai Rp3,4 miliar. Dugaan korupsi itu terjadi saat Muhammad menjabat sebagai kepala bidang di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau beberapa waktu lalu.

Usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Riau, Muhammad justru melarikan diri dan tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Politisi PDIP itu pun kini menyandang status buronan (DPO).

Saat menyandang status buronan itu, Muhammad juga melakukan perlawanan dengan menggugat Polda Riau ke meja hijau dengan praperadilan, meski berdasarkan catatan gugatan itu akhirnya dimentahkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Dalam perkara ini, sudah ada tiga pesakitan lainnya yang divonis bersalah. Mereka adalah Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan, dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas. Ketiganya sudah dihadapkan ke persidangan.
Baca juga: DPO korupsi, Plt Bupati Bengkalis dicekal ke luar negeri

Dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek itu bersumber dari APBD Provinsi Riau itu, di antaranya pipa yang terpasang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dipersyaratkan dalam kontrak. Lalu, tidak membuat shop drawing dan membuat laporan hasil pekerjaan.

Kemudian, tidak dibuat program mutu, tidak melaksanakan disinfeksi (pembersihan pipa), tidak melaksanakan pengetesan pipa setiap 200 meter. Selanjutnya, pekerjaan lebar dan dalam galian tidak sesuai kontrak, serta penyimpangan pemasangan pipa yang melewati dasar sungai.

Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan Muhammad adalah menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kuitansi, surat pernyataan kelengkapan dana yang faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah, serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.

Selanjutnya, menerbitkan dan tanda tangani SPM. Meski telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap. Dia juga menandatangani dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian sebesar Rp2,6 miliar.

Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020