Batam (ANTARA News) - Peringatan Hari Bumi se-Dunia di Batam, Rabu, ditandai dengan Manifesto Rakyat tentang Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B-3) dengan sorotan utama pada impor 3.800 ton pasir besi asal Korea.

Manifesto Rakyat dibuat Masyarakat Sagulung Korban Limbah B-3, Centrum of Independent Social Politic and Humanright Analysis (Cisha) Indonesia, Gerakan bersama Rakyat (Gebrak), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Batam.

Dalam manifesto (pernyataan) itu mereka antara lain meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kapolri mengusut dalang impor limbah B-3 yang mencemari air tanah penduduk sekitar lokasi penumpukkan di Sagulung.

Mereka mendesak Dinas Kesehatan Kota Batam segera mengecek darah, membiayai pemeriksaan dan pengobatan atas gangguan pada kulit dan pernafasan penduduk, menyediakan air layak konsumsi bagi penduduk yang menjadi korban.

Selain menyatakan mosi tidak percaya kepada Sucofindo serta Kantor Bea dan Cukai Batam atas masuknya limbah B-3 ke Batam; mereka mendesak Presiden RI memeriksa Menteri Perdagangan yang memberi izin impor B-3 ke Batam.

"Kami juga akan melakukan protes ke kantor kedutaan besar Korea di Jakarta," kata Uba Ingan Sigalingging ketika bersama Rizaldy Ananda dan beberapa warga Sagulung diterima Kepala Bapedalda Kota Batam Dendi Purnomo serta Kadinkes Kota Batam Mawardi Badar.

Berdasarkan SK Mendag No 58/2008 tentang Impor Limbah NonB-3, pasir besi sebagai limbah dilarang diimpor, kata Dendi menanggapi pengunjuk rasa.

Pasir besi, mengandung B-3, tetapi untuk kebutuhan "sandblasting" (bahan pembersih karat) untuk industri perkapalan di Batam tetap boleh didatangkan asalkan dari dalam negeri, misalkan Aceh atau Jawa Timur.

Oleh karena itu, katanya, berdasarkan PP No 85/1999 dan PP No 18/1999 dan SK Mendag No 58/2008, limbah B-3 imporan yang kini masih di Sagulung, pada 2 Mei 2009, atau paling setelah 90 hari berada di Batam, harus sudah diekspor kembali ke Korea.

B-3 atau bukan

Sejak didatangkan PT Jace Oktavia Mandiri (JOM) awal Februari 2009 pasir besi itu masih berada di belakang kantor Kecamatan Sagulung.

Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar pada 26 Maret meminta importir agar mengekspor kembali ke Korea karena merupakan barang terlarang untuk diimpor.

Penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Lingkungan Hidup, maupun Bapedalda Kota Batam telah meneliti dan mengindikasikan pasir besi itu mengandung B-3.

Dinkes Kota Batam telah pula meneliti dua sumber air di Sagulung dan menyatakan tidak layak dikonsumsi manusia, sedang diagonosa penyakit kulit dari sample menunjukkan nonspesifik atau tidak dipastikan penyebabnya yang khas.

Pada 27 Maret 2009 Oce Kaligis selaku kuasa hukum PT JOM menyatakan, hasil pengujian pada Laboratorium Uji Material Batan Serpong, pasir besi tersebut bukan limbah B3.

Ia menambahkan, sertifikat inspeksi dan analisis PT Sucofindo maupun dokumen LS-Nikko Copper Inc dari Korea selaku produsen, pun menyatakan pasir tersebut bukan limbah B-3.

Pasir besi itu diangkut PT JOM dengan kapal MT Xing Guang 7 dari Korea dan setibanya di Pelabuhan Batuampar, Batam, 6 Februari 2009, kemudian dipindahkand ke penimbunan terbuka di belakang kantor Kecamatan Sagulung.

KLH belum mengeluarkan izin bagi PT JOM yang telah mendapat izin impor dari Departemen Perdagangan guna dipakai bahan "sandblasting" di industri galangan kapal milik Drydock World Group.

Dendi mengakui pernah mengajukan surat pengantar kepada Kementerian LH atas permohonan PT JOM untuk mengimpor pasir besi 30.000 ton per bulan dari Korea, tetapi ketika belum ada jawaban persetujuan, barang yang dimohon telah masuk ke Batam.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009