Washington (ANTARA News/AFP) - Menlu Hillary Clinton, Selasa, menyerukan hubungan yang lebih kuat antara AS dan bekas musuhya Libya, pada pertemuan di Washington dengan seorang putera Kolonel Muammar Khadafi, pemimpin Libya.
"Kami sangat menghargai hubungan antara AS dan Libya," Hillary mengatakan pada wartawan ketika ia menerima Mutassim Kadhafi, yang menjabat sebagai penasehat keamanan nasional ayahnya.
"Kita memiliki banyak kesempatan untuk memperdalam dan memperluas kerjasama kita dan saya sangat menanti-nanti untuk membangun hubungan ini," kata pemimpin diplomat AS itu sebelum menjabat tangan pria muda tersebut.
Berbicara kembali kemudian pada wartawan, Hillary mengatakan ia telah membicarakan dengan putera Khadafi masalah yang diduga sebagai pelanggaran hak asasi manusia di Libya, termasuk kasus Fathi al-Jahmi, yang sakit serius.
"Kami telah memunculkan masalah hak asasi manusia, dan secara khusus kasus yang anda rujuk," kata Hillary pada wartawan yang menanyakan mengenai Jahmi. Ia tidak merinci.
Jahmi telah ditahan sejak 2004 setelah secara terbuka menyerukan demokrasi, dan mengkritik rezim Moamer Khadafi pada pertemuan dengan seorang pejabat asing.
Pada 1981, AS memutuskan hubungan diplomatik dengan Libya, yang Amerika tuduh mendukung terorisme.
Itu menentukan panggung selama lebih dari dua dasawarsa bentrokan dan ketegangan sebelum hubungan AS-Libya pulih pada awal 2004, beberapa pekan setelah Kadhafi mengumumkan Tripoli telah menghentikan upaya untuk memperoleh senjata pemusnah massal.
Pada 2006, AS mengumumkan normalisasi penuh hubungan, membatalkan Libya dari daftar sponsor terorisme Deplu AS dan meningkatkan hubungan diplomatik ke tingkat duta besar.
Hubungan itu bagaimanapun belum pulih penuh hingga akhir tahun lalu menyusul perjanjian AS-Libya untuk membayar ganti rugi korban terorisme dan juga serangan AS di Libya.
Dalam sepucuk surat yang dipublikasikan di New York Times, Duta Besar Libya untuk Washington Ali Aujali mengeluhkan bahwa Libya tidak cukup memperoleh keuntungan dari keputusannya untuk melepaskan senjata pemusnah massal.
"Pengalaman kami mengirim isyarat bertentangan ke negara seperti Iran dan Korea Utara," katanya.
"Washington tidak mempertimbangkan apakah dua negara kita dapat menempa hubungan baru yang dapat mempengaruhi secara positif bagaimana pengembang lain menghitung ongkos dan keuntungan melepaskan senjata pemusnah massal mereka," ia mengatakan.
"AS perlu mengirim pesan yang lebih kuat bahwa Libya telah membuat keputusan yang benar," ia menulis.
Pada November, Senat AS memastikan penunjukan diplomat karir Gene Cretz sebagai duta besar pertama AS untuk Libya selama 36 tahun.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009