Aceh Jaya (ANTARA News) - Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang pertama memiliki pusat penanganan konflik satwa yaitu Conservation Response Unit (CRU) untuk menangani konflik antara gajah dan manusia yang kerap terjadi di daerah itu.
"CRU Ini akan menjadi salah satu contoh bagaimana mengatasi konflik antara satwa dengan manusia," kata Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) NAD, Abubakar Chekmat di Aceh Jaya, Selasa.
CRU di desa Ie Jeurengeh Kecamatan Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya tersebut merupakan kerjasama Flora Fauna Internasional (FFI), Dinas Kehutanan NAD dan BKSDA NAD.
CRU tersebut didukung oleh empat gajah jinak yang didatangkan dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree Kabupaten Aceh Besar. Gajah-gajah itu bersama lima pawang nantinya akan menggiring gajah liar yang turun ke pemukiman kembali ke habitatnya.
Abubakar menyatakan, tahun ini dua CRU lainnya direncanakan akan dibuka di Kabupaten Aceh Barat dan Pidie.
"Kita merencanakan akan membangun CRU yang sama di delapan lokasi di Aceh. Tapi untuk tahun ini direncanakan di tiga lokasi yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat dan Pidie," kata Abubakar.
Bupati Aceh Jaya, Azhar Abdurrahman yang meresmikan CRU tersebut, mengatakan saat ini konflik antara gajah dan manusia kerap terjadi di hampir seluruh wilayah di Aceh Jaya.
Konflik satwa itu bahkan telah merenggut korban jiwa karena terinjak hewan berbadan besar tersebut.
Menurutnya, selama ini jika hewan berbelalai itu turun ke pemukiman warga maka masyarakat hanya melakukan upaya penggiringan dengan cara tradisional yaitu menggunakan mercon.
Namun cara tersebut hanya mampu sementara mengusir gajah dari pemukiman. Karena itu diharapkan dengan hadirnya CRU dapat meminimalisir gangguan gajah di daerah tersebut.
Menurut Pimpinan CRU Aceh Jaya, Zulfahmi, CRU itu membutuhkan biaya operasional sebesar Rp1,2 miliar setiap tahunnya.
Kegiatan CRU berupa patroli, penggiringan dan pengusiran gajah kedalam hutan dengan melibatkan masyarakat setempat. Selain itu juga mendidik masyarakat dengan memberi alternatif mengganti tanaman yang tidak beresiko konflik.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009