Banda Aceh (ANTARA News) - Warga Provinsi NAD telah menyalurkan aspirasinya dalam pemilihan anggota dewan perwakilan pada 9 April, yang untuk pertama kalinya diikuti sejumlah partai lokal untuk perebutan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Hasil penghitungan sementara menunjukkan, sebagian besar warga di provinsi "Serambi Mekkah" itu memberi kepercayaan kepada Partai Aceh untuk menjadi wakil mereka di DPRA mendatang.

Simpati kepada partai yang sebelumnya bernama Partai GAM itu terbilang luar biasa.

Data dari KIP Aceh menunjukkan Partai Aceh memperoleh suara hampir 50 persen. Mereka mengungguli partai-partai lainnya, termasuk partai-partai nasional yang lebih berpengalaman.

Menurut perhitungan KIP hingga hari ke-12 setelah pemungutan suara, Partai Aceh meraih 47,77 persen.

Hasil diraih Partai Aceh jauh di atas peringkat kedua, Partai Demokrat, yang memperoleh 12,14 persen suara.

Dari penghitungan sementara suara yang masuk itu juga terlihat hampir semua kabupaten/kota merupakan gudang suara bagi Partai Aceh.

Partai Aceh sementara hanya kalah di kota Banda Aceh. Di ibukota NAD, Partai Demokrat unggul tipis. Namun posisi masih kemungkinan berubah pada akhir rekapitulasi.

Hasil akhir pemungutan suara di Aceh akan ditetapkan melalui rapat pleno, Rabu (22/4).

Pada Pemilu 2009, ada perbedaan antara Aceh dan provinsi lain di Indonesia.

Khusus untuk perebutan kursi legislatif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di NAD, selain partai nasional juga ada partai lokal, sehingga total keseluruhanan ada 44 partai.

Sedangkan untuk DPR-RI partai lokal tidak ikut. Untuk pemilihan pada tingkat ini, pelaksanaan pemilihan di Aceh sama dengan daerah lainnya, yang diikuti 38 partai.

Dengan demikian warga Aceh dihadapkan pada dua pilihan saat melakukan pencontrengan 9 April.

Pada kertas suara DPR-RI mereka disodorkan pilihan caleg dari 38 partai nasional, sedangkan untuk DPRA/DPRK mereka bisa memilih satu dari 44 partai, terdiri atas 38 partai nasional dan enam partai lokal.

Seiring dengan proses penghitungan suara yang hampir berakhir, sudah terlihat arah aspirasi warga Aceh disalurkan.

Untuk DPR-RI, sebagian besar warga Aceh memilih caleg-caleg dari Partai Demokrat.

Suara partai yang mengusung nama Susilo Bambang Yudhoyono itu memperoleh 44,94 persen suara.

Sementara untuk DPRA, pilihan sebagian besar warga adalah Partai Aceh.

Sebanyak 47 persen suara diraih partai pimpin Mudzakir Manaf tersebut.

Jika dibandingkan dengan perolehan suara DPRD di provinsi lainnya dalam Pemilu 2009, tidak ada partai yang keunggulannya sebesar Partai Aceh.

Ingin Perubahan

Pengamat politik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh M. Jafar MH bahkan memprediksi Partai Aceh bisa menjadi mayoritas tunggal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), karena partai lokal tersebut bisa menguasai kursi parlemen hingga 50 persen lebih.

"Bila melihat perolehan suara yang cukup dominan, maka Partai Aceh kemungkinan bisa menjadi mayoritas tunggal," kata Jafar.

Ia juga berpendapat, kemenangan Partai Aceh pada Pemilu legislatif 2009 itu menunjukkan sebagian besar rakyat ingin perubahan di berbagai sektor.

"Saya kira hampir sebagian besar rakyat mendukung Partai Aceh, karena mereka ingin perubahan yang berarti untuk masyarakat," katanya

Menurut dia, rakyat Aceh sudah apatis dengan anggota dewan sebelumnya, karena selama mereka duduk di lembaga legislatif, kehidupan ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan tidak banyak berubah.

Oleh karena itu wajar apabila ada partai baru yang menjanjikan akan membuat perubahan, maka langsung mendapat dukungan dari rakyat yang ada di pedesaan, ujarnya.

Namun, di samping itu ada dua faktor lain yang tidak kalah menentukan atas kemenangan Partai Aceh tersebut, yakni kinerja dan struktur organisasi partai itu sampai ke desa-desa dan pengurusnya bekerja maksimal.

"Mungkin Partai Aceh merupakan satu-satunya partai yang melaksanakan kampanye terbuka hampir di seluruh daerah pemilihan, baik tingkat kabupaten maupun provinsi, sehingga wajar mereka dikenal oleh masyarakat," katanya.

Jurubicara Partai Aceh Adnan Beuransyah mengatakan, kepengurusan Partai Aceh kini sudah ada dari tingkat provinsi hingga ke kampung-kampung di seluruh NAD.

"Mungkin partai lain tidak ada yang jaringannya selengkap kami, bahkan partai nasional sekalipun," kata Adnan.

Dengan jaringan hingga ke pelosok desa itulah maka "mesin politik" Partai Aceh berjalan dan tidak heran mereka lebih cepat dikenal masyarakat.

Meskipun demikian kemenangan besar Partai Aceh ini bukan tanpa kritikan dari beberapa pihak.

Dari laporan sejumlah partai, disinyalir kader-kader Partai Aceh melakukan kecurangan, antara lain melakukan intimidasi di TPS.

Sebanyak 20 parpol di Pidie Jaya dan Lhokseumawe membuat pernyataan bersama menolak hasil Pemilu 2009 karena merasa dirugikan oleh berbagai kecurangan, termasuk intimidasi dari kader-kader Partai Aceh, termasuk pengusiran sejumlah saksi di TPS.

Namun sejauh ini baik KIP maupun Panwaslu belum menanggapi laporan itu secara serius, sementara penghitungan suara tetap dilanjutkan.

Pihak Partai Aceh membantah adanya intimidasi itu.

"Itu hanya sinyalemen saja, mereka tidak bisa membuktikan," kata Adnan.

Pengurus Partai Aceh mulai membekali para calegnya dengan pelatihan-pelatihan yang diperlukan untuk menjadi seorang anggota dewan.

Pengurus Partai Aceh belum dapat memastikan jumlah kadernya yang bakal duduk di DPRA atau DPRK mendatang.

Namun dari perkiraan sementara, Partai Aceh bakal mendapat 45 kursi dari 69 kursi yang diperebutkan di DPRA.

"Para caleg kami hampir semuanya orang baru, hanya satu dua orang yang sudah berpengalaman," kata Adnan.

Di antara calon anggota dewan dari Partai Aceh yang sudah pernah duduk di DPRD adalah Abdullah Saleh, yang sebelumnya kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Adnan mengakui, dengan kemenangan tersebut maka Partai Aceh kini memikul tanggung jawab moral kepada masyarakat Aceh.

Kini sebagian besar rakyat Aceh sudah memilih Partai Aceh sebagai wakil mereka di dewan perwakilan dan berbagai perubahan dinantikan masyarakat Aceh, seperti janji partai itu.

DPRA memiliki wewenang luas, termasuk menyusun "qanun" (peraturan daerah), yang nantinya juga menjadi panduan bagi masyakakat dan pemerintahan di sana.

"Kami akan selalu mendengar suara dari rakyat dalam penyusunan `qanun`," kata Adnan.

Ia mengatakan, Partai Aceh siap bekerja sama dengan partai lainnya di DPRA untuk memperjuangkan kepentingan masyrakat dan tetap dalam bingkai NKRI.

"Kami juga akan menerima masukan dari berbagai pihak, baik dari pihak parpol nasional, kalangan ulama, dan sebagainya," katanya.

Perjalanan lima tahun yang akan dilalui Partai Aceh di DPRA akan membuktikan bisa tidaknya partai itu memenuhi harapan rakyat. Itu semua juga akan menjadi bekal bagi rakyat untuk memilih kembali partai itu atau tidak pada pemilu selanjutnya.
(*)

Oleh Oleh Teguh Handoko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009