Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi Tony A Parsetyantono mengatakan likuidasi Bank IFI tak akan memberikan efek domino bagi perbankan maupun ekonomi secara keseluruhan. "Melihat skala bank ini yang kecil, asetnya cuma Rp 400 miliar, maka saya yakin bahaya risiko sistemik (systemic risk) tidak terjadi. Artinya, tidak akan ada domino effect yg bisa menyebabkan bank-bank lain ikut mati," katanya kepada ANTARA, Sabtu. Namun ia menegaskan Bank Indonesia harus terus waspada terhadap kondisi likuiditas ketat saat ini, terutama bagi bank-bank kecil. Sebab menurut dia, kondisi likuiditas ketat saat ini, korbannya justru bank-bank kecil. Hal ini, menurut dia karena bank-bank kecil tersebut, akan kesulitan dalam menyerap dana terutama dana pihak ketiga untuk memnuhi likuiditasnya. "Merekalah pihak yang paling menderita di saat likuditas ketat seperti sekarang. Kalau bank-bank besar sih bisa bertahan karena lebih dipercaya, dan sanggup hidup dengan memberikan suku bunga deposito tinggi. Bank-bank kecil susah," katanya. Sementara itu, Jumat (17/4), BI melikuidasi Bank IFI karena bank tersebut tidak mampu memenuhi persyaratan permodalan yang telah ditetapkan. Bank IFI dilikuidasi setelah selama tujuh tahun mendapatkan perawatan dari Bank Indonesia. Bank yang dimiliki Grup Ramako tersebut telah masuk dalam pengawasan intensif BI sejak 2002. Karena kinerja yang terus melorot dan menggerogoti permodalan bank, pada September 2008, Bank IFI masuk pengawasan khusus. Setelah enam bulan dinilai tidak ada tindakan untuk menyuntik dana guna memperkuat modal, akhirnya Bank Indonesia mencabut izin usahanya. Menurut data keterangan Bank Indonesia, posisi kredit per Maret 2009 Rp261,9 miliar, dengan kredit bermasalah (NPL) 24 persen. Dengan total aset Rp440 miliar. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat dana pihak ketiga yang dimiliki bank ini mencapai Rp351,6 miliar. Dengan komposisi simpanan nasabah yang tidak di jamin atau di atas Rp2 miliar mencapai Rp191,2 miliar. Dan simpanan nasabah yang dibawah Rp2 miliar sebesar Rp160,4 miliar.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009