Jakarta (ANTARA News) - Pekan ini menjadi hari-hari super sibuk bagi jajaran elit partai Golkar. Perolehan suara hasil pemilu legislatif yang hanya di kisaran angka 14 persen membuat konstelasi politik internal bergejolak.
Sulit dibayangkan sebelumnya, telah terjadi penurunan sekitar enam persen pada Pemilu kali ini dibanding perolehan tahun 2004 sebesar 21,6 persen yang membuat semua terkesima.
Sebelumnya DPP di bawah komando M Jusuf Kalla dengan gagah berani menargetkan perolehan suara hingga 30 persen.
Dalam beberapa kesempatan bahkan ketua umum masih tetap yakin Partai Golkar setidaknya akan meraup suara 25 persen.
Bahkan terlontarnya pernyataan Wakil Ketua DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok yang mengatakan "bisa saja Partai Golkar hanya meraih 2,5 persen suara" menjadi cambuk bagi kalangan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) untuk mengajukan capresnya sendiri.
Dan Jusuf Kalla menerima tantangan maju sebagai Capres 2009.
Namun pertanyaannya dengan perolehan jeblok di 14 persen apakah Jusuf Kalla akan dengan gagah tetap maju sebagai capres? Atau hanya akan mengajukan cawapres?
Atau justru pindah kongsi tidak dengan Partai Demokrat (PD) tetapi berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)?
Persoalan ini menjadi genting ketika di jajaran elit Partai Golkar sendiri masih belum solid.
Persoalan di atas menjadi sangat strategis mengingat pada 2014 nanti diyakini akan terjadi alih generasi.
Ketidakbecusan dan ketidakhati-hatian dalam mengambil keputusan justru akan mengancam kelangsungan hidup partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Saat ini menjadi sangat penting bagi Partai Golkar. Ini akan sangat menentukan kelangsungan partai ke depan," kata Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso.
Priyo merasakan era 2014 nanti akan menjadi era pertarungan kalangan muda. Karena itu Partai Golkar harus benar-benar bisa menentukan arah dengan tepat.
Belum solidnya elit Partai Golkar menjadi masalah sendiri yang harus segera di selesaikan.
Dalam rapat konsultasi DPP dengan seluruh DPD I Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar M Jusuf Kalla mengatakan dengan perolehan suara sekitar 14 persen maka tak mungkin lagi Golkar mengajukan calon presiden (capres).
"Dengan perolehan suara saat ini sekitar 14 persen, capres tak mungkin karena tak capai 20 persen," kata M Jusuf Kalla.
Meskipun demikian, tidak berarti desakan utuk mengajukan capresnya sendiri menjadi mengendur.
Desakan untuk terus mengajukan capresnya sendiri terus mengemuka. Setidaknya hal itu diutarakan ketua Dewan Pimpinan Daerah DIY Gandung Pardiman yang mengatakan sebagai partai yang memiliki martabat maka harus tetap memajukan capresnya sendiri.
"Kita tetap harus mengajukan capres sendiri. Soal kalah dan menang itu nanti," katanya.
Menurut Gandung, Partai Golkar juga harus siap untuk tidak berada di pemerintahan. Gandung menilai berada di luar pemerintahan tidak kalah terhormatnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Dewan Penasehat Surya Paloh yang mengatakan meski perolehan suara Partai Golkar pada Pemilu Legislatif 2009 hanya mencapai sekitar 14 persen, namun wacana untuk mengajukan calon presiden sendiri tetap ada.
"Saya pikir Golkar harus belajar berada di pemerintahan dan mempersiapkan diri juga kalau berada di luar pemerintahan," kata Paloh.
Surya Paloh sejak awal telah mendorong Jusuf Kalla untuk berani menerima tantangan maju sebagai Capres 2009.
Karena gerakan Surya Paloh ini pula sempat timbul gesekan hebat di kalangan DPP khususnya dengan Prof Muladi yang bersikukuh agar duet SBY-JK dipertahankan.
Muladi merasa tersinggung dengan pernyataan Surya Paloh saat rakornas yang menuding ada elit partai Golkar yang menjual murah partai karena selalu mendengung-dengungkan duet SBY-JK.
Menurut Muladi duet SBY-JK merupakan yang paling pas karena tingkat elektabilitasnya yang masih tinggi.
Selain itu juga akan menguntungkan bangsa karena akan terjadi kesinambungan pembangunan.
Empat pilihan
Rapat Pleno DPP pada Jumat malam akhirnya menyetujui mengenai format rapimnassus 23 April mendatang, sekaligus juga format koalisi dan penentuan siapa capres atau cawapres yang diusung Partai Golkar.
Untuk format koalisi, setidaknya rapat pleno telah dapat memutuskan dengan bulat.
Soal koalisi, rapat memutuskan ada lima butir yakni pertama, Partai Golkar memastikan membangun koalisi. Kedua, koalisi yang dibangun untuk membangun bangsa yang besar.
Ketiga, koalisi yang dibentuk harus saling menguntungkan. Keempat, dengan koalisi itu diyakini akan dapat memenangkan pemilu presiden. Dan kelima, koalisi tersebut dapat menjamin pemerintahan akan berjalan dengan baik.
Namun untuk penetapan siapa capres atau cawapres yang akan diusung dan dengan partai mana akan berkoalisi, masih terbelah. Terbuka berbagai kemungkinan dan semua itu baru akan diputuskan dalam Rapimnasssus 23 April mendatang.
Dengan demikian rapimnassus mendatang akan menjadi ajang pertarungan berbagai kekuatan faksi di internal Partai Golkar.
Berkaca dari berbagai kemungkinan yang berkembang setidaknya masih ada lima pilihan yang dapat dipilih.
Pertama, pilihan untuk hanya mengajukan cawapres Jusuf Kalla untuk berduet kembali dengan SBY.
Setidaknya pilihan inilah yang diinginkan oleh DPP saat ini. Dan pilihan ini pula yang didukung kubu Muladi Cs yang menilai pilihan tersebut sebagai sebuah pilihan rasional.
Kedua, mengajukan cawapres dan tetap melanjutkan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Tetapi tidak hanya satu nama Jusuf Kalla.
Setidaknya beberapa nama kader partai yang disodorkan ke Partai Demokrat. Atau justru kader lain selain Jusuf Kalla.
Desakan untuk mengajukan beberapa nama lain tersebut disuarakan oleh oleh mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman.
Menurut Marzuki sebaikanya Partai Golkar mengajukan lima nama untuk cawapres kepada SBY. Kelima nama tersebut Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Surya Paloh, Agung Laksono dan Sultan Hamengku Buwono X.
Alasan utama menyodorkan beberapa nama tersebut untuk menghindari sikap SBY jika nama tunggal yang diajukan itu ternyata tidak berkenan di hati SBY.
Ketiga, tetap mengajukan capres-nya sendiri. Desakan untuk tetap mengajukan capres sendiri belum juga meredup meski perolehan suara hanya 14 persen. Keinginan ini terus disuarakan oleh Ketua DPD I Jawa Barat Uu Rukmana.
"Kalau Jabar masih konsisten dengan sikapnya untuk mendukung JK sebagai capres," ujar Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Barat (Jabar), Uu Rukmana.
Hal itu juga disokong oleh Ketua DPD I DIY Gandung Pardiman, meskipun capres yang diusung tidak harus Jusuf Kalla. Setidaknya ada nama lain yang bias diusung sebagai capres, seperti Sri Sultan HB X, Surya Paloh maupun yang lain.
Namun keinginan mengajukan sendiri capresnya ini setidaknya mendatangkan tentangan keras beberapa pengurus lainnya.
"Yang perlu diwaspadai malah langkah-langkah yang ingin memisahkan SBY dan JK. Dengan prestasi yang diperoleh kedua tokoh ini, ada yang memisahkannya," kata tokoh Golkar lainnya Idrus Marham.
Menurutnya, SBY-JK adalah pasangan yang paling produktif dalam membangun bangsa. Kedua tokoh ini harus diberi kesempatan lima tahun ke depan untuk untuk melanjutkan gagasan-gagasan mereka.
Setidaknya pilihan ketiga ini akan menjadi pilihan yang sangat kompleks selain masih ada perbedaan siapa figur yang akan diusung sebagai Capresnya.
Hal yang yang harus dipertimbangkan adalah menyangkut dengan partai mana Golkar akan berkoalisi mengingat Partai Golkar belum cukup suara untuk mengusung capresnya sendiri dan karena itu pasti dibutuhkan koalisi dengan partai lain.
Dengan demikian jika pilihan ini yang diambil, Partai Golkar harus siap untuk menjadi partai utama (leader) untuk membangun koalisi.
Artinya harus siap bekerja keras dan mempersiakan logistiknya. Pilihan ini akan menjadi jalan pajang yang penuh liku.
Keempat, Partai Golkar tidak meneruskan koalisi dengan Partai Demokrat tetapi justru bergabung dengan PDI-P.
Pilihan keempat ini sebenarnya telah digagas jauh-jauh hari sebelum pemilu oleh Ketua Dewan Penasehat Surya Paloh. Setidaknya ada kesepakatan awal kedua partai bisa bergabung bersama. Namun pilihan ini pun masih tetap terbuka.
Bagaimanapun dan apapun putusannya, tergantung hasil Rapimnassus 23 April mendatang. (*)
Oleh Oleh Jaka S Suryo
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009