Singapura (ANTARA News) � CEO Tunas Pte Limited Tong Djoe mengemukakan telah dipermalukan dan dituduh tidak membayar utang oleh manajemen gedung perkantoran Hub Synergy Point (HSP) Singapura dinilai secara tidak langsung juga memalukan Indonesia, China dan Singapura.
�Hanya karena dituduh tidak membayar utang 181.099 dolar Singapura, manajemen pengelolaan gedung Management Corporation Strate Title Plan membawa kasus ini ke pengadilan dan menjadikan kasus ini konsumsi pers. Ini sama dengan memalukan saya yang tidak secara langsung juga memalukan Indonesia, China dan Singapura sendiri,� kata Tong Djoe kepada Antara, di Singapura, Jum�at.
Menurut dia, pencemaran nama baiknya ini sebagai salah cara untuk mengusir dirinya dari gedung perkantoran yang dia bangun sendiri atas nama Tunas Pte Limited tahun 1973 oleh pemilik baru gedung perkantoran HSP, sebelumnya bernama Apex Tower.
Kasus ini telah mempermalukan Indonesia karena pengusaha Indonesia Tong Djoe ini yang pertama kali membangun dan memiliki gedung perkantoran tertinggi di kawasan pelabuhan dan Tanjung Pagar atas nama Tunas tahun 1973.
�Istri Lee Kuan Yew sendiri bertanya kenapa saat itu membangun gedung tinggi di kawasan pelabuhan Singapura yang saat itu masih kampung dan tidak membangun di pusat kota. Saya jawab saat itu suatu saat kawasan ini menjadi kawasan terpenting dan mahal. Sekarang terbukti gedung perkantoran ini yang paling kecil dibandingkan yang lainnya,� kata Tong Djoe.
Dari gedung itulah, Tong Djoe ikut terlibat membesarkan Pertamina dan PT Pelni. Peresmian gedung Tunas di Singapura diresmikan oleh Dirut Pertamina Ibnu Sutowo. Dari gedung itulah, ia merintis normalisasi hubungan Indonesia dengan China tahun 1990. �Pemberian nama Tunas itu pun dari Ibnu Sutowo� ujar konglomerat kelahiran Sumatera Utara.
�Bukan saja Indonesia, Singapura juga pernah minta bantuan saya untuk pendekatan dengan RRC. Suatu hari Jaksa Agung Singapura datang ke saya sebelum berkunjung ke Xianmen, di China dan minta bantuan saya. Saya bilang lo kok datang ke saya bukan ke kedutaan China. Saat itu, Singapura belum ada hubungan diplomatik. Mereka bilang datang ke saya karena percaya bisa membantu. Akhinya, saya bantu,� katanya.
Selain itu, konglomerat dan bekas tokoh PNI itu juga banyak membantu finansial para pejabat Indonesia dan militer serta keluarganya. Atas jasa semua itu, Presiden Suharto memberikan penghargaan bintang Jasa Pratama kepada Tong Djoe yang diberikan oleh Menlu Ali Alatas tahun 1998.
Tong Djoe yang hingga kini tetap merupakan WNI dan telah beberapa kali menolak tawaran menjadi warga Singapura itu berjasa dalam membangun ekonomi Singapura karena yang pertama kali membangun pergudangan modern. Merintis hubungan baik Indonesia � RRC dan Singapura RRC, dengan uang sendiri.
Usaha untuk membantu Indonesia dan Singapura itu akhirnya telah menjual gedung perkantoran Tunas sebesar 85 juta dolar Singapura tahun 1981. Dia hingga kini hanya menguasai tiga lantai 27,28 dan 29.
Dalam perjalanannya, kepemilikan gedung itu telah beberapa kali pindah tangan dan kini namanya menjadi Hub Synergy Point.
Usir
Namun pemilik gedung itu ingin menguasai semua gedung itu dan mengusir Tong Djoe dan perusahaannya Tunas Pte Ltd dengan berbagai cara. �Salah satunya ialah meminta petugas pemadam kebakaran datang ke lantai perkantoran yang saya miliki yakni Lt 27 dan 28 sebanyak lima kali hanya untuk menurunkan lukisan-lukisan saya yang sudah terpasang di tangga darutrat sejak 25 tahun lalu yang punya banyak memori,� jelas dia.
�Bahkan petugas pemadam kebakaran menuntut saya membayar denda 300 dolar Singapura. Namun setelah saya jelaskan secara tertulis kepada kantor pemadam kebakaran duduk persoalannya hingga kini mereka tidak memberikan tanggapannya,� katanya.
Kini upaya lainnya ialah menggugatnya melalui pengadilan tapi yang disuruh maju adalah manajemen pengelolaan gedung dengan alasan tidak membayar utang. Padahal saya tidak ada utang. Saya bayar semua sewanya. Saya akan lawan di pengadilan dan menuntut ganti rugi 200 juta dolar Singapura yang nantinya saya akan gunakan membangun Indonesia,� kata Tong Djoe.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009
menyerah.buktikan pd negara tetanga kita bahwa kita patut di perhitungkan.
Yg penting sekarang bagaimana kita bisa \"attract\" lebih banyak investasi dari dalam negeri dan dari luar negeri untuk investasi ke negara kita...mengurangi penganguran dan kemiskinan di Indo