Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menjerat pelaku utama kasus penggelapan pajak Asian Agri Group (AAG) yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun.
"Kasus ini dinilai sangat strategis, merugikan negara sangat banyak sehingga rawan manipulasi pihak tertentu. Karena itulah, Kejaksaan diminta tidak main-main menangani perkara Asian Agri," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya dilaporkan, Kejagung dan Departemen Keuangan (Depkeu) memiliki persepsi yang sama untuk terus melanjutkan penyidikan kasus penggelapan pajak Asian Agri Group (AAG) yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun.
Ia mengatakan adanya kerugian negara, bisa menjadi dasar kasus manipulasi pajak dijerat dengan korupsi melalui Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Hal ini bertujuan agar nantinya pelaku tidak dibebaskan di Pengadilan karena berlindung di balik sejumlah kelemahan Undang-undang Perpajakan," katanya.
Ia juga meminta kejaksaan dapat menggunakan hasil Rakernas Mahkamah Agung tahun 2007 di Makassar, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa sepanjang sebuah kejahatan atau bahkan pelanggaran administrasi memenuhi unsur UU Korupsi, maka ia bisa dijerat dengan delik Korupsi.
Setidaknya, kata dia, unsur kerugian keuangan negara, melawan hukum, dan menguntungkan pihak lain diduga sangat mungkin terpenuhi dalam kasus Asian Agri tersebut.
"Keuntungan menggunakan Delik Korupsi adalah, Kejaksaan dapat melakukan penyitaan aset Asian Agri untuk kepentingan penggantian Kerugian Negara, Ancaman Pidana lebih berat, serta Jika kejaksaan gagal maka KPK bisa ambil alih," katanya.
Selain itu, ICW memperingatkan kejaksaan agar serius menangani kasus Asian Agri dan menjerat aktor utamanya.
"ICW meminta Kejaksaan Agung untuk memfasilitasi Jaksa Ad Hoc/ahli khusus, dan KPK memantau proses penanganan kasus Asian Agri," katanya.
Seperti diketahui, penggelapan pajak PT Asian Agri tersebut terjadi antara 2002 sampai 2005 dengan modus merekayasa jumlah pengeluaran perusahaan. Pajak yang digelapkan anak perusahaan Raja Garuda Mas milik Soekanto Tanoto itu diperkirakan mencapai Rp1,340 triliun.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009