Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tuduhan LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam persoalan dihentikannya penyidikan kasus mantan anggota DPR dari FPDIP, Agus Condro.

"Sampai saat ini, termohon (KPK) masih melakukan penyelidikan, bukan penyidikan," kata kuasa hukum KPK, Juliandi Tigor Simandjuntak, saat memberikan jawaban atas praperadilan MAKI kepada KPK, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis.

Sebelumnya, MAKI dilaporkan mempraperadilankan KPK, karena sampai sekarang belum menanggapi laporan Agus Condro Prayitno terkait dugaan suap atas sepuluh lembar cek perjalanan senilai Rp500 juta yang diterimanya setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Miranda S Goeltom pada Juli 2004.

Ia mengatakan, praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.

"Berdasarkan pasal 40 UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, termohon tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi," katanya.

Kuasa hukum KPK berpendapat bahwa alasan-alasan pemohon tentang tidak sahnya penghentian penyidikan, adalah tidak benar.

Sementara itu, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. "Kami minta PN Jaksel menyatakan berwenang memeriksa dan memutus permohonan pemeriksaan pra peradilan," katanya.

Selain itu, ia juga meminta majelis hakim menyatakan termohon (KPK) telah melanggar ketentuan dalam pasal 6 dan 7 UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, sehingga merupakan bentuk penghentian penyidikan yang tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.

"Kami minta majelis hakim memerintahkan termohon (KPK) untuk menjalani proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana suap yang melibatkan Agus Condro dan pihak-pihak lainnya," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009