Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum tata negara dari Universiats Indonusa Esa Unggul Jakarta Dr Irmanputra Sidin berpendapat, pemerintah tidak perlu panik jika terjadi boikot dari partai-partai politik dalam Pemilihan Presiden/Wakil Presiden (Pilpres).

Irman kepada pers di Jakarta, Rabu mengemukakan, wacana aksi boikot itu karena pihak-pihak yang tidak puas hasil Pemilu 9 April 2009 kemungkinan menyadari bahwa sulit menandingi Yudhoyono.

Menurut dia, dengan boikot itu, mereka berharap kemungkinan tidak terjadi Pilpres akan sangat besar.

"Dalam UUD `kan tertera bahwa Pilpres harus diikuti minimal 2 pasangan calon. Karena itu, jika mereka tidak ikut serta maka diharapkan tidak ada Pilpres. Mereka pun masih berharap bisa memainkan permainan dalam kondisi tersebut," kata Irman.

Namun, menurut dia, jika aksi boikot itu benar-benar direalisasikan pemerintah juga tidak perlu khawatir. Pemerintah dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk pasal yang mengatur batasan syarat pencalonan presiden.

"Jika kondisi nantinya hanya ada dua kubu, yaitu kubu pendukung SBY dan yang anti, maka jika yang anti itu tidak mau ikut serta dalam Pilpres, pemerintah bisa mengeluarkan Perppu yang menghapus batasan persyaratan pencalonan 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah itu menjadi 0 persen," katanya.

Jika hal ini terjadi, maka konsentrasi kubu yang memboikot itu akan terpecah. Partai-partai kecil yang dalam pemilu legislatif tidak mendapatkan apapun masih bisa berharap untuk mendapatkan kesempatan untuk dan memunculkan capres sendiri.

"Jika ini yang terjadi maka pelaksanaan UUD yang mengatur syarat pengajuan capres adalah parpol ataupun gabungan parpol peserta pemilu pun bisa dilaksanakan tanpa ada aturan `presidensial threshold` itu," katanya.

Bergulirnya wacana boikot Pilpres dengan tidak mengajukan calon sudah tercium Partai Demokrat. Bahkan partai ini sudah menyiapkan strategi apabila wacana itu benar-benar terwujud.

"Kami sudah menyadari mengenai kemungkinan adanya boikot Pilpres dari pihak-pihak yang kabarnya tidak puas dengan pelaksanaan pemilu legislatif lalu, dengan alasan DPT dan sebagainya," kata Ketua DPP Partai Demokrat Max Sopacua..

Max mengingatkan kepada kelompok-kelompok yang ingin memboikot Pilpres bahwa aksi boikot akan mencederai demokrasi.

"Saya kira lembaga-lembaga hukum ataupun pemerintah akan mengantisipasi hal ini, misalnya, dengan mengeluarkan Perppu yang membatalkan batasan `presidensial threshold`," katanya.

Wakil Sekjen Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf juga mengajak semua pihak terutama elite politik untuk bisa bersikap dewasa dalam menyikapi hasil pemilu legislatif.

Elite politik perlu menjadi contoh yang baik bagi rakyatnya. Elite politik harus siap menang dan siap kalah. Jangan hanya siap menang, tetapi tidak siap menerima kekalahan. Sikap itu harus dikedepankan.

"Kalau seperti ini, rakyat jadi bingung karena mereka tidak mempersoalkan dan sudah memberikan pilihan politiknya," kata Anggota Komisi VI DPR itu.

Dia mengatakan, kekalahan dalam pemilu legislatif bukan akhir dari segalanya bagi elite politik karena masih ada kesempatan dalam Pilpres.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009