Surabaya (ANTARA News) - Pendidikan Profesi Arsitektur (PPAr) yang pertama di Indonesia, akhirnya dibuka ITS Surabaya mulai semester mendatang.

"Adanya PPAr menunjukkan gelar sarjana teknik saja tidak cukup, tapi membutuhkan sertifikat keahlian," kata Rektor ITS Prof Ir Priyo Suprobo Ms PhD di Surabaya, Selasa.

Di sela-sela penandatangan MoU PPAr ITS dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) di auditorium Pasca Sarjana ITS, ia menyatakan kebanyakan arsitek saat ini tidak bersertifikat.

"Tidak cuma arsitek, tapi engineer yang tidak bersertifikat jumlahnya sangat banyak," kata mantan Dekan FTSP ITS Surabaya itu.

Oleh karena itu, ia mengaku bangga bila jurusan arsitektur ITS dapat merealisasikan PPAr, karena pendidikan profesi bagi sarjana teknik selama ini masih sebatas wacana di kalangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

"PII itu sudah berulang kali rapat membahas soal itu, tapi sampai sekarang tidak pernah terwujud," katanya.

Didampingi Ketua IAI Pusat, Endy Sugiono, ia mengatakan kehadiran PPAr juga akan menjawab tantangan global dunia kerja saat ini.

Senada dengan itu, Ketua IAI Pusat, Endy Sugiono, menyatakan standar pendidikan "engineering" di dunia adalah lima tahun.

"Untuk Indonesia hanya berlaku sistem 144 SKS yang setara dengan empat tahun. Jadi, kalau disetarakan dengan pendidikan di luar negeri, kita ini masih kurang satu tahun," katanya.

Dengan adanya PPAr itu, katanya, maka lulusan arsitek dapat setara dengan arsitek lulusan luar negeri.

"Pada akhir bulan April, kami akan membuat kesepakatan dengan 10 negara ASEAN tentang hal itu, sehingga sertifikat PPAr akan diakui di seluruh dunia. Mau bekerja di Singapura, bahkan Alaska ya sama," katanya.

Secara teknis, PPAr akan ditempuh dalam kurun waktu satu tahun dengan enam mata kuliah, yaitu dua mata kuliah Studio Perancangan, Teori Arsitektur, Etika Arsitektur, Architectural Practice, serta Desain dan Teknologi.

"Lulusannya akan menyandang gelar kandidat arsitektur. Ada juga program magang selama dua tahun. Mereka akan ditempatkan untuk magang bekerja di usaha arsitek milik anggota IAI yang ditunjuk IAI pusat," kata Ketua Jurusan Arsitektur, Ir. Purwanita Setijanti MSc PhD.

Setelah itu, katanya, mereka baru bisa menempuh ujian sertifikasi, dan jika lulus berhak menyandang gelar IAI.

"Keberadaan PPAr itu diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja. Sekarang masih banyak arsitek yang praktek tanpa sertifikat. Di masa mendatang hal ini tidak akan terjadi lagi," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009