Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji membantah anggapan bahwa Kejaksaan Agung menghalangi penyidikan kasus penggelapan barang bukti berupa 343 butir pil ekstasi yang melibatkan dua jaksa yakni Esther Thanak dan Dara Veranita.
"Tidak ada. Kejaksaan selalu proaktif. Kalau dikatakan kejaksaan tidak memberikan izin, itu tidak ada," kata Hendarman di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa, sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna.
Menurut Hendarman, sebelumnya kepolisian meminta izin agar kedua jaksa itu dipanggil sebagai saksi.
"Saya segera `teken`. Kemudian yang kedua, kepolisian memberitahukan sebagai tersangka dan ditahan, kalau pemberitahuan itu, apakah saya harus mengeluarkan izin," ujarnya.
Ia menjelaskan, tidak otomatis setiap memeriksa jaksa harus minta izin.
"Sebetulnya saya sudah minta yang di daerah harus merumuskan pasal 8 (UU No.16/2004 tentang Kejaksaan RI) dengan sebaik-baiknya, mana yang perlu izin, mana yang tidak," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya akan membuat edaran kepada jaksa di seluruh Indonesia terkait hal itu.
Saat ditanya apakah penahanan jaksa tidak memerlukan izin Jaksa Agung, Hendarman mengatakan, kepala kejaksaan tinggi dapat memutuskan dengan mengkaji konteks masing-masing kasus.
"Harus dilihat dulu, perbuatan itu apakah (terjadi saat) melakukan tugas atau tidak. Apakah itu hilangnya barang bukti dalam pelaksanaan tugas atau tidak (merujuk kasus Esther dan Dara)," katanya.
Sebelumnya, penyidik meminta izin kepada jaksa agung untuk mendengarkan keterangan dari tiga jaksa yaitu Sosia Mariska, Dara Veranita dan Esther Thanak. Atas izin itu, mereka kemudian diperiksa dan selanjutnya Esther dan Dara ditetapkan tersangka pada hari yang sama.
Terhitung sejak 23 Maret 2009 kedua jaksa tersebut ditahan pihak kepolisian. Pihak kepolisian sebelumnya telah mengirimkan surat tertanggal 31 Maret 2009 untuk meminta perpanjangan penahanan kepada pihak Kejati DKI Jakarta.
Namun pasal 8 ayat (5) UU No16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menyatakan bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan jaksa hanya dapat dilakukan dengan seizin Jaksa Agung.
Akhirnya pada 8 April 2009 surat tersebut dibalas dengan isi yang meminta pihak kepolisian hendaklah melengkapi permohonan perpanjangan dengan surat izin dari Jaksa Agung. Hingga batas waktu penahanan 10 April 2009, pihak kepolisian tidak melengkapi permintaan Kajati DKI Jakarta hingga akhirnya kedua jaksa tersebut dilepas. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009