Jambi (ANTARA News) - Program Keluarga Berencana (KB) Nasional dalam lima tahun terakhir ini mengalami stagnasi membuat angka kelahiran menjadi tumbuh 2,6 persen dan prevalensi pemakaian alat kontrasepsi berkisar 60 persen.
"Padahal program KB Nasional yang dirintis sejak tahun 1970 pada masa transisi pemerintahan orde lama ke orde baru berhasil menekan angka kelahiran," kata Deputi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pristy Waluyo di Jambi, Senin.
Pada acara pelantikan Kepala BKKBN Provinsi Jambi Satrijo P Hindarto menggantikan M Muslih Usman yang ditarik ke BKKBN Pusat itu, Waluyo menambahkan, selama 30 tahun Indonesia melaksanakan program KB Nasional mampu menekan angka kelahiran mencapai 80 juta jiwa atau menurunkan angka kelahiran dari 5,6 persen menjadi 2,6 persen.
"Keberhasilan program KB Nasional membuat Indonesia pernah menjadi `kiblat` bagi negara lain yang sedang menata pertumbuhan penduduknya," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini pemakaian alat kontrasepsi moderen hanya meningkat 0,7 persen, artinya keberhasilan program KB saat ini jauh berkurang.
Penyebabnya antara lain komitmen para pengambil kebijakan di pusat dan daerah kian menurun, serta sinergitas program tidak terjadi dan dukungan terhadap kelangsungan program KB di daerah juga menurun. Petugas lapangan KB yang pernah menjadi kebanggaan KB juga tidak sesuai lagi jumlahnya dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pemekaran wilayah, sehingga pergerakan masyarakat juga menurun.
Ia juga mencontohkan, pencapaian program KB di Jambi berdasarkan hasil survei pada 2007 angka kelahiran adalah 2,8 per wanita usia subur. Angka ini lebih tinggi secara nasional 2,6 per wanita usia subur.
Bila dibandingkan dengan hasil survei pada 2002 kelahiran di Jambi sebesar 2,7 per wanita usia subur, berarti selama lima tahun terakhir angka kelahiran di Jambi meningkat.
BBKBN Pusat berharap itu menjadi perhatian pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota serta segenap unsur lembaga swadaya masyarakat dan seluruh keluarga di Jambi.
Jika program KB tidak ditangani dengan serius, maka jumlah penduduk Provinsi Jambi bisa meningkat dari kondisi saat ini (2,7 juta jiwa). Itu berarti menjadi beban pemerintah provinsi kabupaten/kota.
"Jika terjadi pertambahan penduduk otomatis penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan lapangan kerja harus ditingkatkan, berarti menjadi beban pemerintah," katanya.
Jika persentase pertumbuhan penduduk terus bertambah dengan laju yang tinggi, sementara laju perekonomian berjalan lamban, maka Indonesia dari tahun ke tahun akan bertambah miskin, ujarnya.
Sementara itu, Sekda Provinsi Jambi AM Firdaus menyatakan, BBKBN di Jambi menunjukkan kerja sama yang cukup baik dengan pemerintah daerah, misalnya ketika Jambi tuan rumah pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) dinilai cukup sukses.
Harganas dan BBGRM pada 2008 yang dipusatkan di Muarasabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009