Jakarta (ANTARA News) - Keluarga almarhum David Hartanto Wdijaya akan menyewa pengacara Singapura untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dari kematian mahasiswa Indonesia tersebut.
"Keluarga akan menggunakan pengacara Singapura kendati membutuhkan dana besar. Kami butuh dukungan publik," kata Ketua tim verifikasi kasus tersebut, Iwan Piliang di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, pengacara itu dibutuhkan agar persidangan koroner di negara itu memutuskan bahwa kematian David dapat dibuka di pengadilan umum.
Pengadilan koroner digelar untuk kasus kematian tidak normal. Jika, pengadilan menemukan bukti bahwa kematian itu akibat pembunuhan maka kasusnya dapat disidangkan di pengadilan umum.
Menurut Iwan, pengacara yang akan dipakai telah berpengalaman menangani kasus-kasus pembunuhan.
Pengacara itu juga punya hubungan dengan dengan pihak-pihak yang melakukan otopsi jenasah David.
"Pengacara dapat meminta foto-foto saat jenasah diotopsi. Kami berharap bukti ini dapat dibawa ke pengadilan koroner Singapura," ujarnya.
Menurut dia, walau pihak keluarga keberatan dengan tingginya jasa pengacara yang mencapai 100 ribu dolar Singapura namun pihaknya tetap akan menggunakannya untuk mengungkap kematian David.
"Kami mengharapkan dukungan masyarakat untuk membantu kami. Untuk uang muka, kami harus membayar dulu 10 persen," katanya.
Ia mengatakan, pada bulan Juli 2009, sidang koroner dapat digelar dengan menghadirkan pihak-pihak yang dianggap mengetahui masalah pembunuhan itu.
"Hakim dapat memaksa seseorang untuk hadir dalam sidang. Kami optimistis saksi kunci dan alat bukti dapat hadir di sidang," katanya.
Ia mengaku optimis kasus ini dapat dibuka karena sidang itu terbuka untuk umum.
Soal hasil otopsi, Iwan mengatakan, adanya 36 luka termasuk 14 luka tusuk pisau ini membuat pihak keluarga yakni bahwa David dibunuh.
Psikolog yang ikut prihatin dengan kasus ini, Kak Seto Mulyadi mengatakan, Depdiknas seharusnya membayar jasa pengacara keluarga David sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah Indonesia karena David meninggal saat menjadi mahasiswa di Universitas Teknologi Nangyang, Singapura.
"Saat masih usia anak (dibawah 17 tahun), ia telah menjuarai olimpiade tingkat internasional dan saat ini meninggal dunia saat sedang belajar di Singapura. Mendiknas harus membayar pengacara," katanya.
Seto bahkan menyebut David sebagai "pahlawan pendidikan" yang meninggal dunia di Singapura secara tidak wajar.David ditemukan meninggal dunia 2 Maret 2009 di halaman kampusnya.
Pihak kampus menyatakan, ia meninggal karena bunuh diri setelah sebelumnya menusuk dosen pembimbingnya.
Namun pihak keluarga tidak percaya dan hingga kini terus berupaya untuk mengungkap kematian itu.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009