Surabaya (ANTARA News) - Dewan Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI), Dodit W. Probojakti, Minggu, memperkirakan, pertumbuhan bisnis kartu kredit pada tahun ini diprediksi melambat dibandingkan tahun 2008 atau hanya tumbuh 15 persen.
Ia menjelaskan, kondisi ini karena bergantung dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat. Walau ada even nasional seperti Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden (Pilpres) yang cukup membantu mendongkrak konsumsi masyarakat, ia ragu hal itu dapat berkontribusi signifikan dalam peningkatan nilai transasksi dengan kartu kredit.
"Data transaksi dengan kartu kredit pada bulan Februari dan Maret memang belum dipublikasikan. Namun, saya perkirakan transaksi untuk kebutuhan pemilu lebih banyak dilakukan dengan uang tunai," katanya.
Ia menyatakan, kondisi itu karena banyak barang kebutuhan kampanye dan pemilu yang tidak dijual di "merchant" yang menerima transaksi dengan kartu kredit seperti pedagang ritel modern.
Di sisi lain, kata dia, kini mayoritas dari para penerbit kartu kredit tengah menyiapkan upaya restrukturisasi terhadap kredit dari para pemegang kartu yang bermasalah.
"Bagi para pemegang kartu yang terkena PHK, gajinya berkurang, dan terkena masalah lain sehingga kami memaklumi hal itu. Bahkan, ada kebijakan yang memberi kemudahan bagi mereka dalam membayar tunggakannya," katanya.
Kini, tambah dia, pelaku bisnis kartu kredit berusaha keras mengendalikan angka kredit macet atau "Non Performing Loan" (NPL). Untuk itu, mereka berupaya mengoptimalkan pertumbuhan nilai transaksi.
"Sebelumnya, kami juga mengerek pertumbuhan nilai transaksi dengan mengusahakan penerbitan kartu baru sebanyak-banyaknya. Kini, itu tidak terjadi lagi karena langkah tersebut tak lagi `prudent`," katanya.
Pada akhir tahun lalu, sebut dia, jumlah pemegang kartu kredit secara nasional mencapai 11,3 juta atau naik 27 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara, nilai transaksinya mencapai Rp10,6 triliun atau tumbuh 47 persen dibandingkan tahun 2008. Namun, angka NPL nya mencapai 10,92 persen.
"Dengan upaya optimalisasi untuk mendorong nilai transaksi, tanpa mendorong penerbitan kartu baru, NPL pada bulan Januari berhasil dikurangi menjadi 10,6 persen dari transaksi senilai Rp8,9 triliun. Untuk itu, kini kredit macet harus terus dicegah dan ditargetkan di posisi di bawah 11 persen," katanya.
Di sisi lain, pihaknya ingin tidak terlalu meningkatkan pertumbuhan jumlah kartu kredit. Upaya ini diambil dengan mengurangi jumlah kartu kredit tidur atau yang tidak pernah dipakai. Kini, jumlahnya sekitar 15 persen dari jumlah kartu yang ada.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009