Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyampaikan rapid test atau tes cepat perlu dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan hasil yang akurat.
"Pemeriksaan tes cepat dengan menggunakan basis pemeriksaan antibodi, tentunya kalau hasilnya negatif maka kita belum bisa memberikan jaminan bahwa yang bersangkutan tidak terinfeksi," ujar Achmad Yurianto di Jakarta, Selasa.
Menurut Yuri, bisa saja seseorang terinfeksi tapi pada tahap-tahap awal karena antibodinya belum terbentuk.
Dibutuhkan waktu enam sampai dengan tujuh hari agar terbentuk antibodi yang kemudian bisa kita identifikasi sebagai positif di dalam pemeriksaan rapid test ini.
"Oleh karena itu yang harus dilakukan manakala pemeriksaan pertama rapid test menunjukkan negatif, maka perlu mengulang kembali pemeriksaan tersebut," kata Yuri.
Pihaknya sudah menyepakati bahwa pemeriksaan cepat ulang atau kedua dilakukan setelah 10 hari dari tes cepat pertama. Harapannya antibodi itu sudah terbentuk dan bisa diidentifikasi.
"Kalau hasilnya positif maka kita bisa meyakini yang bersangkutan terinfeksi COVID-19. Tetapi kalau hasil rapid test dua kali menunjukkan negatif maka kita bisa meyakini bahwa yang bersangkutan tidak terinfeksi, namun juga perlu dimaknai bahwa tidak ada antibodi yang terbentuk di dalam tubuhnya," ujar Yuri.
Artinya yang bersangkutan sangat mungkin bisa terinfeksi, apabila mengabaikan upaya-upaya pencegahan terhadap penularan COVID-19, seperti melakukan disiplin menjaga jarak fisik atau social distancing, menghindari kerumunan dan mengurangi aktivitas di luar rumah.
Untuk individu yang hasilnya positif akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan antigen melalui swab, dan kemudian mulai dicoba pemeriksaan dengan menggunakan tes PCR untuk melihat hal tersebut.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020