Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mengusulkan penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai kartu pemilih dalam Pemilu Presiden (Pilpres) mendatang. Hal itu, kata Hasyim di Jakarta, Minggu, untuk menjamin agar warga yang telah memiliki hak pilih dapat menggunakan hak pilihnya mengingat dalam pemilu lalu banyak yang kehilangan hak pilih karena tidak tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). "Untuk pilpres, bagaimana kalau memilih cukup membawa KTP saja dan diserukan pengadaan KTP massal dari sekarang daripada menggunakan DPT yang amburadul atau diamburadulkan yang tentu menjadi masalah di kemudian hari," katanya. Menurut Hasyim, banyaknya warga negara yang tidak bisa menggunakan hak pilih tentu bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) bangsa Indonesia. Terkait masalah kecurangan dalam pemilu, kata Hasyim,selama merupakan delik aduan tentu merupakan domain partai politik, bukan wilayah NU. "Kalau umpamanya partai-partai yang dirugikan menerimanya dengan tulus ikhlas tentu Alhamdulillah buat yang diuntungkan. Kalau menggugat, kita lihat saja seterusnya," katanya. Sementara itu ketika dimintai komentar terkait melejitnya perolehan suara Partai Demokrat hingga hampir 200 persen, sementara partai-partai besar turun, Hasyim menyatakan tidak mampu berkomentar. "Saya tidak punya atau tidak mampu berkomentar karena hal ini sangat spektakuler, di luar logika-logika umum," katanya. Akan tetapi, kata Hasyim, ada fenomena menarik dalam dekade reformasi yakni pemenang pemilu belum tentu menjadi presiden. Pada Pemilu 1999 PDIP menjadi juara namun yang menjadi presiden Gus Dur. Pemilu 2004 dimenangkan Golkar, tetapi yang menjadi presiden justru Susilo Bambang Yudhoyono dari Partai Demokrat yang waktu itu hanya meraih 7 persen dalam pemilu. "Nah, tahun 2009, Demokrat diprediksi menang, kita belum tahu siapa nanti presidennya," katanya. Bagi NU, kata Hasyim, tidak ada kepentingan langsung dalam kekuasaan politik praktis, tetapi NU sangat berkepentingan terhadap proses kekuasaan itu diatur dan dilahirkan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009