Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menyatakan, sesuai peraturan yang berlaku kualitas kredit perbankan yang sudah direstrukturisasi tidak akan memburuk kualitasnya.
"Bahkan kredit macet atau yang diragukan bila direstrukturisasi bisa meningkat kualitasnya setinggi-tingginya kurang lancar," kata Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) Bank Indonesia Halim Alamsyah di Jakarta, Minggu.
Sementara untuk kredit yang masuk golongan lancar, dalam perhatian Khusus atau kurang lancar juga tidak akan memburuk kualitasnya apabila dilakukan restrukturisasi.
"Kredit golongan itu bisa direstrukturisasi tanpa harus khawatir sebagaimana yang diungkapkan beberapa bankir bahwa penilaian kualitas kredit menjadi lebih buruk," katanya.
Halim menjelaskan bahwa PBI No.7/2/PBI 2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum menyebutkan kriteria debitur yang dapat direstrukturisasi adalah debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit; dan debitur yang memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi.
Selanjutnya dalam PBI No.9/6/PBI 2007 tanggal 30 Maret 2007 mengubah pasal 57 mengenai penilaian kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi yang diatur menyebutkan bahwa kualitas tidak berubah untuk kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong lancar, dalam perhatian khusus atau kurang lancar.
"Dan setinggi-tingginya menjadi kurang lancar untuk kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong diragukan atau macet," tambah Halim.
Dikatakannya, melalui ketentuan yang saat ini berlaku diharapkan dapat mencegah terjadinya pemburukan kualitas kredit, sehingga memperkecil kemungkinan bank untuk menambah beban Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
Hal ini, lanjutnya sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Boediono, bahwa upaya restrukturisasi kredit justru tidak menjadikan bertambahnya NPL Bank.
Hingga Maret 2009, lonjakan kredit bermasalah terjadi di kelompok bank badan usaha milik negara, atau BUMN. Selama Januari 2009, kredit bermasalah bank BUMN meningkat Rp2,34 triliun.
Data Bank Indonesia menyebutkan, posisi nominal kredit bermasalah (nonperforming loan/ NPL) kelompok bank BUMN pada akhir Januari 2009 menjadi Rp19,94 triliun. Adapun kelompok bank swasta, kenaikan NPL- nya Rp1,5 triliun, menjadi Rp15,8 triliun. (*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
Jangan manjakan pemilik dana.....
Suku bunga yang tinggi merupakan penyebab utama kesenjangan antara sikaya dan si miskin.....Mari kita perkecil hal ini.....
BI harus berperan untuk mengawasi suku bunga dana pihak ketiga di perbakan....