Makassar (ANTARA News) - Pengurus Partai Demokrat Sulawesi Selatan (Sulsel) membangun instalasi sistem telekomunikasi untuk memantau proses pemilu mendatang.
"Kami sedang menginstalasi atau menambah komponen jaringan telekomunikasi untuk memonitor pergerakan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dan memantau potensi kecurangan," kata Ketua DPW Partai Demokrat Sulsel, Reza Ali di Makassar, Rabu.
Menurutnya, hingga saat ini pembangunan instalasi tersebut sudah mencapai 90 persen wilayah Sulsel, kecuali beberapa daerah terpencil yang tidak dijangkau jaringan telekomunikasi.
Dengan keberadaan instalasi tersebut, kata Reza, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dapat dengan mudah sewaktu-waktu menanyakan hasil perolehan suara di daerah-daerah dengan langsung menanyakannya ke petugas saksi dan relawan yang disiapkan partai di wilayah itu.
Untuk saksi sendiri, Partai Demokrat menyiagakan satu orang saksi ditambah tiga saksi dari caleg Demokrat untuk setiap TPS.
Selain itu, mereka juga menyiagakan tim relawan, yang diberi nama Tim Sekoci, Tim Echo, Tim Bravo dan Tim Delta, yang berbeda tugas dan fungsinya.
"Tim-tim itu tidak hanya memantau suara Partai Demokrat tapi juga partai lainnya. Mereka akan saling melakukan koordinasi," kata Reza.
Menurutnya, tim tersebut bertugas mengantisipasi oknum-oknum yang biasa melakukan kejahatan politik pada saat penyelenggaraan pemilu, seperti melakukan "serangan fajar" atau membagi-bagikan uang kepada konstituen.
Mereka juga akan mengantisipasi pejabat daerah seperti lurah dan camat ataupun caleg yang melakukan intimidasi kepada masyarakat untuk memilih calon tertentu.
"Kalau ada kader Demokrat yang kedapatan melakukan itu, ancamannya berat. Kami akan laporkan ke pihak keamanan dan dipecat dari partai," ujarnya.
Dia menyebutkan, potensi kecurangan dalam pemilu terbuka lebar. Menurutnya saat ini tim Demokrat telah menemukan beberapa modus operandi kecurangan dengan melihat kesimpangsiuran data pemilih yang tidak akurat.
Modus tersebut antara lain, pemilih tidak diberikan undangan panggilan memilih, diberikan surat panggilan namun pada saat-saat terakhir, dan tidak diberikan surat panggilan karena diperkirakan konstituen tersebut tidak memilih oknum caleg.
Potensi kecurangan lainnya, tambah Reza, yakni berubahnya warna dan kualitas tinta di beberapa daerah-daerah terpencil seperti temuan di sejumlah desa.
"Tim Echo yang menemukan beberapa kejanggalan itu," katanya.
Dia berharap, surat pemanggilan memilih dapat disampaikan maksimal empat hari sebelum pelaksanaan pemilu, sehingga jika pemilih yang dimaksud sudah tidak ada, surat tersebut dapat segera dikembalikan dan tidak digunakan oknum yang tidak bertanggungjawab.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009