Hongkong (ANTARA News/AFP) - Seorang kolumnis Hongkong yang menjadi sasaran kemarahan warga Filipina karena menggambarkan negara ini sebagai "negeri babu," Rabu, menyampaikan permohonan maaf jika artikel satirisnya menerbar penghinaan.

Permohonan maaf dari kolumnis bernama Chip Tsao ini dilontarkan setelah komunitas Filipina di Hongkong mengancam akan melangsungkan demonstrasi memprotes tulisannya yang dipublikasikan oleh satu majalah Hongkong pekan lalu.

"Artikel itu tidak pernah bertujuan untuk melukai para pembantu rumah tangga asal Filipina. Bahasa Inggris yang merupakan bahasa global itu, terbuka untuk penafsiran berbeda-beda dari mereka yang berasal dari pelbagai latarbelakang budaya," katanya kepada AFP.

Dia melanjutkan, "Jika seseorang menjadi sangat marah karenanya, maka itu bukan niatku dan saya minta maaf."

Tsao menuai murka setelah tulisannya di majalah HK menyebut klaim Manila atas Kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut China Selatan sebagai menggelikan karena melawan klaim teritorial sama dari Beijing.

"Sebagai negara babu, kalian tidak boleh ngelunjak pada tuan kalian, dari mana kalian bisa makan (mendapatkan sebagian besar roti dan mentega)," tulis Tsao di artikelnya.

Sebagian besar dari 100 ribu warga Filipina yang bekerja di kota Hongkong, wilayah selatan China, adalah pembantu rumah tangga berpenghasilan rendah.

Tsao menulis di kolomnya bahwa dia telah memperingatkan pembantunya sendiri, jika dia ingin upahnya naik tahun depan maka pembantu itu mesti mengatakan pada saudara sebangsanya bahwa Spratly itu milik China.

Sejak itu Manila telah melarang Tsao memasuki wilayah Filipina, kendati majalah HK telah menyampaikan permintaan maaf, sedangkan warga Filipina di Hongkong berencana akan menggelar demonstrasi hari Minggu ini.

"Kami sangat, sangat marah atas artikel itu," kata Dolores Balladares, kepala Paguyuban Warga Filipina di Hongkong, sebelum permintaan Tsao disampaikan.

Balladares menyatakan ribuan orang akan turut dalam demonstrasi ini.

"Kami semua bersatu pada pendirian bahwa artikel itu rasis, diskriminatif dan merendakan martabat para pembantu rumah tangga Filipina di Hongkong," katanya dalam satu pernyataan.

Majalah HK diterbitkan oleh Asia City Publishing Group, yang juga menerbitkan berbagai media berbahasa Inggris dan majalah gaya hidup di berbagai kota Asia, termasuk Bangkok dan Singapura.

Sengketa diplomatik mengenai Kepulauan Spratly, yang dipercaya dilatarbelakangi oleh cadangan mineral dan minyak melimpah di situ, memanas kembali baru-baru ini setelah bulan lalu China mengirimkan sebuah kapal patroli ke kawasan itu.

Rangkaian atol dan pulau-pulau kecil ini sebagian atau seluruhnya juga diklaim oleh Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam.

Di artikel berikutnya yang akan dipublikasikan Kamis esok, Tsao akan mengulas seorang warga Nepal yang ditembak mati oleh perwira polisi Hongkong bulan lalu. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009