London (ANTARA News/AFP) - Pertemuan para pemimpin G20 di London, Kamis, harus menyingkirkan perbedaan-perbedaan besar mengenai rencana pemberian paket stimulus dan segera mengambil langkah cepat untuk mengakhiri krisis keuangan global terburuk dalam beberapa dekade terakhir, demikian para analis mengingatkan.
Mendahului pertemuan Grup 20 yang akan dihadiri Presiden AS Barack Obama dalam lawatan internasional pertamanya, Perdana Menteri Gordon Brown telah menyerukan kontrak baru (new deal) di lingkup global untuk mentransformasikan keadaan perekonomian dunia yang kekeringan likuiditas ini.
"G20 perlu mengambil langkah tandas mengingat krisis masih jauh dari berakhir dan perekonomian dunia yang retak ini tengah menghadapi tekanan penurunan yang signifikan," kata Gerard Lyons, kepala ekonom pada Standard Chartered bank.
Krisis keuangan global yang merebak akhir 2007 dan bermuara dari investasi beracun pada pasar kredit perumahan di AS, telah mengantarkan perekonomian dunia ke kondisi terburuk sejak Depresi Besar 1930an.
Dengan begitu banyaknya kepentingan yang akan diperdebatkan pada Pertemuan G-20 di London itu, perbedaan-perbedaan tajam mengenai bagaimana cara terbaik mengatasi penurunan ekonomi yang tak pernah terjadi sebelumnya, diperkirakan bermunculan.
Pertemuan akan dibuka Gordon Brown dan Obama menyatakan mendukung setiap program stimulus bersama untuk memacu kembali perekonomian dunia, sedangkan Dana Moneter Internasional menginginkan jumlah stimulus global setara dengan 2 persen output ekonomi global.
Namun pertemuan ini juga menghadapi tantangan keras dari sejumlah negara, khususnya Jerman, yang menginginkan rencana yang sudah ada dikerjakan dahulu, sehingga tekanan ini akan menghambat turunnya paket stimulus baru yang lebih segar.
Minggu ini, Brown mengajukan aksi global yang lebih menyeluruh dengan membangun fondasi-fondasi baru bagi sistem keuangan yang diatur lebih ketat.
"Selama berminggu-minggu, Pertemuan G20 digadangkan sebagai peluang besar bagi negara-negara berperekonomian besar untuk bersama mengatasi krisis global tapi realitasnya jauh dari harapan karena ada perbedaan besar mengenai stimulus fiskal dan pengaturan sistem keuangan," kata ekonom IHS Global Insight, Nariman Behravesh.
Pertemuan kali ini akan menjadi pertemuan internasional besar yang dihadiri Obama dan sangat diharapkan menghasilkan new deal di abad 21 dan bisa mendorong munculnya aksi global yang tak pernah terjadi sebelumnya bagi terciptanya sistem keuangan yang benar, tambahnya.
Para menteri keuangan G20 yang bertemu di luar kota London belum lama di bulan ini, menyepakati landasan bersama bagi dinaikannya modal IMF dan memperketat pengaturan pasar, namun pada bagian yang krusial mereka terpecah dalam soal skala paket stimulus ekonomi.
Para menteri keuangan ini juga menyatakan bahwa prioritas tertinggi mereka adalah memulihkan kredit bank untuk menjinakkan dampak krisis keuangan global.
"Pertemuan G20 pastinya akan menciptakan landasan, tapi harus menghadapi dulu ancaman proteksionisme, penambahan modal IMF, pengaturan kepajakan yang lebih keras dan pemajuan signifikan dalam pengaturan keuangan," kata Behravesh.
G20 yang terdiri dari gabungan negara-negara industri maju dan berkembang, perlu mencapai tiga komitmen kunci, demikian Lyons dari Standard Chartered.
Dia menyatakan, G20 perlu mempertegas sikapnya dalam mengartikulasikan lebih kuat lagi kebijakan mengenai stimulusnya untuk mendorong permintaan dan mencegah naiknya pengangguran.
Oleh karena itu, G20 harus konsisten menumbuhkan perdagangan dan menghindari proteksionisme mengingat negara-negara lebih miskin membutuhkan baik perdagangan bebas maupun akses pasar untuk menghentikan kembalinya kemiskinan.
Akhirnya, demikian Lyons, para pemimpin G20 perlu tegas pada pengaturan pasar dan mempromosikan transparansi untuk mendapatkan lagi kepercayaan dan mengalirnya kembali pinjaman.
Julian Jessop, ekonom pada Capital Economics consultancy, mengingatkan G20 akan bahaya jika terlalu banyak memberi janji namun sulit diaplikasikan.
"Peluang-peluang bagi stimulus fiskal global tambahan tampaknya kecil dan tidak ada isyarat akan lahirnya kesepakatan mengenai cara-cara terbaik dalam mendorong dan mereformasi sistem keuangan.
Meskipun begitu masih terlalu dini untuk bisa menyaksikan munculnya prakarsa-prakarsa bagi perbaikan sistem pendanaan perdagangan dan memulai lagi perdagangan global dari awal," kata Julian.
G20 terdiri dari tujuh negara industri maju meliputi Inggris, Kanada, Prancis, Itali, Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, ditambah Argentina, Australia, Brazil, China, India, Indonesia, Mexico, Russia, Saudi Arabia, Africa Selatan, Korea Selatan dan Turki. Uni Eropa menjadi anggota ke-20. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009