Di tengah merebaknya virus corona, transaksi bitcoin atau aset kripto menjadi aset yang menarik diperdagangkan

Jakarta (ANTARA) - Transaksi mata uang digital (crypto currency) bitcoin dalam beberapa hari terakhir mengalami peningkatan di tengah makin merebakya virus corona (COVID-19) yang memicu penurunan nilai tukar rupiah di pasar uang dan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia.

Harga bitcoin pada perdagangan Rabu (18/3) mencapai Rp83,90 juta per koin, naik dibanding pekan sebelumnya pada harga Rp63,52 juta per koin.

Baca juga: Mata uang digital makin populer di kalangan milenial

Sedangkan IHSG yang pada pekan lalu pada posisi 6.283, pada Rabu (18/3) turun menjadi 4.463, dan nilai tukar rupiah turun menjadi Rp15.224 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.778 per dolar AS pada Jumat (13/3).

“Di tengah merebaknya virus corona, transaksi bitcoin atau aset kripto menjadi aset yang menarik diperdagangkan. Di saat masyarakat melakukan aktivitas kerja dari rumah (work from home/WFH) di sebagian besar wilayah Indonesia membuat aktivitas perdagangan aset kripto melonjak cukup tinggi,” kata CEO Indodax, Oscar Darmawan dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Indodax merupakan startup financial technologi (finteck) di bidang aset kripto dan blockchain seperti Bitcoin, Ethereum, Ripple dan lebih dari 60 aset kripto lainnya.

Baca juga: Survei: Banyak bank sentral bakal keluarkan mata uang digital sendiri

Menurut Oscar, belakangan ini harga kripto mulai mengalami lonjakan karena permintaan yang tinggi seiring dengan kekhawatiran sejumlah investor terhadap kondisi ekonomi global saat ini dinilai tidak menentu karena virus corona ini.

“Ini jadi momentum untuk melihat bagaimana performa aset kripto di tengah tekanan ekonomi global, apakah mampu aset kripto membuktikan dirinya sebagai aset yang anti resesi” ujar Oscar.

Ia menjelaskan harga bitcoin relatif lebih kuat bertahan dibandingkan produk investasi lainnya, seperti saham.

Baca juga: Sering disangka bitcoin, ini cara kerja blockchain

Menurutnya, kondisi aset kripto ini berbeda dengan produk investasi lain, seperti saham dan reksa dana yang dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi dan kebijakan pemerintah saat virus corona.

Bitcoin dan aset kripto lain tidak dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi dan kebijakan pemerintahan. Penentuan harga bitcoin dan aset kripto lainnya hanya “supply” dan “demand”.

“Jadi, corona ini tidak memberikan dampak langsung kepada penurunan harga bitcoin. Penyebab turunnya harga hanya karena aksi jual sekelompok investor yang membutuhkan uang tunai untuk berbelanja dan menyelamatkan usaha mereka karena corona. Beda dengan saham, reksa dana dan lain-lain yang terpengaruh langsung dengan krisis global dan kebijakan pemerintah,” ujarnya.

Di sisi lain justru muncul permintaan baru yang cukup besar yang mendorong harga kripto naik karena harganya menjadi murah dan masyarakat membutuhkan media investasi yang lebih aman dan tidak terpengaruh efek ekonomi global sehingga aset kripto menjadi salah satu pilihannya.

Baca juga: Setelah Australia, Bursa Kripto Zipmex Jangkau Trader Indonesia

Oscar menambahkan, faktor lain yang juga menjadi pendorong meningkatnya bitcoin dan aset kripto lainnya adalah momentum “bitcoin halving day” yang jatuh pada Mei 2020.

Bitcoin halving day adalah reward atau imbalan yang diberikan kepada penambang (miner) pada setiap blok bitcoin untuk mengontrol pasokan mata uang kripto di pasar.

“Halving day akan meningkatkan harga bitcoin dalam beberapa tahun ke depan. Sehingga banyak masyarakat yang percaya aset kripto, khususnya bitcoin, menjadi sarana berinvestasi untuk meningkatkan aset masa depan. Apalagi di tengah corona yang menimbulkan ketidakpastian secara ekonomi global,” katanya.

Baca juga: Bitcoin bertahan di atas 7.000 dolar setelah capai tertinggi 9-bulan

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020