Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik, Syamsuddin Haris mengatakan, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 15 Tahun 2009 tentang mekanisme penetapan perolehan kursi, penetapan calon terpilih dan penggantian calon terpilih dalam Pemilu legislatif 2009 memiliki kelemahan karena bisa memunculkan konflik antara parpol dengan KPU maupun di dalam internal parpol itu sendiri.
"Beberapa pasal dalam peraturan KPU No 15 tahun 2009 harus diperbaiki karena membuka peluang konflik," ujar Syamsuddin Haris pada diskusi publik "Penetapan Perolehan Kursi dan Calon Terpilih" di Jakarta, Selasa.
Syamsuddin mengatakan, pada pasal 50 ayat 1 dan 2 menyatakan adanya kemungkinan pimpinan pusat parpol untuk menunjuk calon anggota DPR yang terdaftar di daftar calon tetap (DCT) untuk ditetapkan sebagai caleg terpilih oleh KPU.
Pasal 50 ayat 1 menyebutkan, apabila partai politik memperoleh sejumlah kursi, sedangkan nama-nama calon Anggota DPR tidak ada yang memperoleh suara sah di daerah pemilihan tersebut, maka nama calon terpilih Anggota DPR diusulkan berdasarkan keputusan Pimpinan Pusat Partai Politik peserta Pemilu yang diambil dari nama calon pada DCT Anggota DPR daerah pemilih yang bersangkutan, untuk ditetapkan oleh KPU.
Sementara ayat 2 menyebutkan, apabila terdapat dua atau lebih calon Anggota DPR memperoleh suara sah yang sama di suatu daerah pemilihan, maka penentuan calon terpilih Anggota DPR diusulkan berdasarkan keputusan Pimpinan Pusat Partai Politik peserta Pemilu, untuk ditetapkan oleh KPU.
Menurut Haris, pasal tersebut akan memunculkan konflik internal parpol karena penunjukan tersebut dapat mengecewakan caleg dan para pendukungnya yang tidak terpilih, padahal mungkin caleg tersebut sudah mengeluarkan banyak usaha dan biaya besar selama kampanye.
"Pasal ini akan mendistorsi suara pemilih. Solusinya yakni KPU dapat menetapkan calon tanpa mesti menunggu parpol dengan melihat hasil sebaran suara caleg di daerah pemilihan tersebut sehingga peluang konflik dapat diminimalkan", katanya.
Sementara itu Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakim Saefudin mengomentari Pasal 25 ayat 2 mengenai kemungkinan KPU mengundi sisa kursi yang belum terbagi untuk parpol yang memperoleh suara sama.
Menurut Lukman, pasal tersebut dikhawatirkan akan menuai gugatan parpol kepada KPU karena ketidakpuasan parpol ketika kursi yang diingini, direbut oleh parpol lawan karena mekanisme pengundian.
Lukman mengatakan, solusi yang bisa diambil adalah dengan melihat sebaran suara yang diperoleh caleg tersebut di daerah pemilihannya. Menurutnya, hakikat kedaulatan rakyat merupakan dari perolehan suara terbanyak jadi suara yang terbanyak harus menjadi asas legalitas dalam menetapkan anggota DPR terpilih.
Pada kesempatan yang sama Direktur eksekutif CETRO, Hadar Gumay mengatakan, saat ini perubahan peraturan tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi.
Namun ke depan setelah pemilihan legislatif hingga pemilihan presiden berakhir harus ada perubahan pada peraturan tersebut. Menurut Hadar, sebuah peraturan pemilu idealnya dapat dipakai dua hingga tiga kali pemilu karena hal tersebut dapat menujukan keberhasilan pelaksanaan proses Pemilu.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009