Jakarta (ANTARA News) - Tingkat pengamanan bandara di Indonesia dinilai masih jauh dari memadai, sehingga diperlukan langkah menyeluruh untuk menjadikan sebagai bandara bertaraf internasional.
Demikian salah satu benang merah seminar "Management of Airport Security" bertajuk Membangun Keamanan di Gerbang Nusantara, yang diselenggarakan Lembaga Manajemen FEUI, Polri, dan Police Academy of Netherlands, di Jakarta, Selasa.
Managing Director LM FE-UI Budi W Soetjipto mengatakan, penangangan masalah keamanan bandara di Indonesia menjadi tugas utama pemerintah sebagai wajah awal etalase bangsa.
Ia menjelaskan, pemangkukepentingan suatu bandara di Indonesia melibatkan setidaknya tujuh pihak yaitu otoritas bandara, polisi, pengelola bandara, pemerintah daerah, bea dan cukai, imigrasi, karantina.
"Pemangku kepentingan banyak, namun komunikasi di antara mereka sangat kurang, sehingga seringkali ketika suatu insiden terjadi tidak ada yang bertanggungjawab," katanya.
Khusus pengamanan, tiga instansi yang terlibat yaitu Departemen Perhubungan, Administrator Bandara sebagai regulator, PT Angkasa Pura dan Polri.
Sesuai dengan peraturan International Civil Aviation Organization (ICAO), Angkasa Pura membagi dua wilayah pengelolaan, yaitu kawasan terbatas (restricted area), dan kawasan umum (public area).
Namun kenyataannya ada beberapa hal yang harus diperjelas, terutama terkait dengan pembagian peran dan wewenang pengamanan bandara.
"Masih terjadi perbedaan persepsi, karena Angkasa Pura hanya bertanggungjawab pada kawasan terbatas, sedangkan pada kawasan umum jadi tanggungjawab Polri. Sehingga ketika masalah keamanan terjadi di salah satu wilayah tidak tidak bisa ditetapkan siapa yang bertanggungjawab," kata Budi.
Saat ini diutarakannya, Indonesia memiliki lebih dari 50 bandara, setengahnya adalah bandara berskala internasional.
Secara umum kondisi bandar udara di Indonesia masih jauh dari kesan aman, tercermin dari sejak menginjakkan kaki di bandara penumpang disergap sekumpulan orang dengan berbagai penawaran jasa seperti calo, porter, taksi, ojek, travel, pedagang souvenir, bahkan hingga jasa semir sepatu.
Berdasarkan hasil temuan penelitian LM FE-UI, minimnya tingkat pengamanan juga terjadi dengan kurang siapnya prasarana dan rasana pengamanan, kurang koordinasi operasional, kurangnya penegak hukum, serta kurangnya inspeksi dan kualitas pengamanan.
"Dari sisi perangkat CCTV (close circuit television) saja kurang memadai. Di Bandara Soekarno Hatta CCTV hanya 190 unit, dan parahnya lagi 90 unit di antaranya rusak atau tidak berfungsi," tegasnya.
Pembenahan masalah pengamanan harus dilakukan secara total sehingga dapat dengan cepat mengantisipasi peningkatan penumpang yang setiap tahun tumbuh sekitar 15 persen dalam kurun waktu 3-5 tahun mendatang.
Alat Canggih
Sementara itu Direktur Utama Angkasa Pura II Edie Haryoto menjelaskan, upaya harmonisasi penanggungjawab penagangan keamanan di bandara harus terus ditingkatkan demi terjaminnya keamanan sebelum dan sesudah melakukan penerbangan.
"Keamanan atas penerbangan dan operasi bandara adalah masalah kritis untuk kesuksesan semua pengelola bandara," kata Edie.
Ia menjelaskan, pihaknya sedang menerapkan sistem manajemen keamanan bandara (SMKB) untuk mencapai standar tertinggi atas keamanan penerbangan dan bandara dengan mengeliminasi atau mengendalikan semua kondisi berbahaya untuk menghindari risiko gangguan keamanan.
Kebijakan baru pengamanan meliputi penerapan kualita kontrol dan audit pengamanan, perbaikan citra pengamanan ke publik, hingga kebijakan dan strategi peningkatan kualitas sekuriti dari sisi manajemen risiko, organisasi hingga perangkat pengamanan fisik.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti mengakui, penangangan bandara di tanah air masih perlu penangangan menyeluruh.
"Sistem pengamanan yang efektif tidak hanya di lingkungan bandara tetapi juga di luar bandara. Semua negara mengalami masalah keamanan yang hampir serupa, cuma saja tergantung pada strategi pengamananannya dan teknologi atau perangkat yang diterapkan berbeda-beda," kata Herry.
Ia menjelaskan, dari sisi penangangan bagasi penumpang, Bandara Kualanamu, Medan akan menggunakan teknologi Hold Baggage System (HBS) 100 yang memungkinkan barang bawaan penumpang terjamin keamananannya hingga ke pesawat dan sebaliknya tanpa ditangani tenaga manusia langsung masuk ke ruang klaim bagasi.
"Teknologi HBS ini bisa mengurangi antrian panjang, sekaligus mengurangi jumlah tenaga kerja manusia dibagian bagasi," katanya.
Sedangkan dari sisi keamanan fisik penerbangan, juga perlu diterapkan Man-Portable Air Defense System (MANPADS), perangkat yang dapat mendeteksi akan terjadinya serangan berupa peluru dari senjata di kawasan bandara.
Meski begitu Herry tidak merinci kapan seluruh bandara bertaraf internasional di Indonesia akan mengadopsi sistem HBS 100 tersebut.
"Investasinya sangat besar sekitar Rp100 miliar, sehingga untuk tahap awal akan direalisasikan di Bandara Kualanamu," katanya.
Ia menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki lebih dari 50 bandara, setengahnya adalah bandara berskala internasional.
Apalagi diperkirakan akan terjadi peningkatan penumpang setiap tahun yang mencapai 14,72 persen untuk 3-5 tahun mendatang.
"Tingginya pertumbuhan dan penumpukan penumpang membuat pengamanan dan keamanan bandara menjadi semakin krusial," katanya.
Terbitnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan memang menjawab permasalahan keamanan, namun masih perlu ditindaklanjuti dengan pedoman pelaksanaan keamanan bandara.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009
udah gitu mau masuknya becek dan ngotori
celana panyang saya
kebersihannya blm taraf international kalau
dibandinkan , itali, Inggris, Prancis, Jerman , Belanda, Abudabi , Singapur, Malaisia, Belgia
ini negara yg sdh saya kunyungi jd saya bisa membandingkan bahwa toilet indonesinya masih kalah dg mereka karena toilet penting bagi perempuaan terutama krn kalau di pesawat toiltnya kecil kl tdk terpaksa