Jakarta (ANTARA) - Pertama, pembatalan Olimpiade 1940. Kemudian, boikot Olimpiade Moskow pada 1980.
Empat puluh tahun kemudian, Olimpiade Tokyo kembali menjadi "kutukan Olimpiade", kata menteri keuangan Jepang, dalam sambutan yang kian meruncingkan kontroversi pada saat pemerintahannya berusaha keras menepis epidemi virus corona bisa menggagalkan pesta olah raga terbesar di dunia tersebut tahun ini.
"Ini masalah yang terjadi setiap 40 tahun, ini kutukan Olimpiade, itu faktanya," kata Taro Aso, yang juga menjabat wakil perdana menteri, kepada sebuah komite parlemen, Rabu.
Baca juga: Olimpian kecam IOC jika "ngotot" gelar Olimpiade 2020 di kala pandemi
Baca juga: IOC tegaskan tidak ada solusi ideal terkait Olimpiade 2020
Jepang memenangkan pencalonan tuan rumah Olimpiade Musim Panas dan Musim Dingin 1940 yang masing-masing semestinya diadakan di Tokyo dan Sapporo, tetapi kedua Olimpiade ini dibatalkan karena Perang Dunia Kedua.
Sekutu dekat Perdana Menteri Shinzo Abe yang juga mantan perdana menteri itu dikenal tahan banting meski senang menghina orang, termasuk dokter, perempuan dan pasien Alzheimer.
Abe menjadi pemimpin pemerintahan Jepang paling lama berkuasa ini berusaha mensukseskan Olimpiade dan berhasil menarik investasi sebesar 2,3 miliar dolar AS kepada perekonomian negara ini yang sudah stagnan dari pariwisata dan belanja konsumen.
Tetapi pandemi virus corona baru memicu seruan untuk mengkaji ulang Olimpiade tahun ini yang dijadwalkan dibuka pada 24 Juli.
Komite Olimpiade Internasional, bersama dengan komite penyelenggara Tokyo dan pemerintahan Jepang, sudah menyatakan tidak akan membatalkan atau menunda Olimpiade, sekalipun perhelatan lain telah ditunda, termasuk Euro 2020 dan Copa America.
Virus corona baru itu sejauh ini sudah menewaskan lebih dari 8.200 orang dan menginfeksi sekitar 200.000 orang. Jepang sendiri memiliki 1.629 kasus.
Baca juga: Olimpian pertanyakan IOC yang tampak tanpa Plan B soal Olimpiade Tokyo
Baca juga: Spanyol ingin Olimpiade Tokyo ditunda demi kualitas kompetisi
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2020